Pekerjakan tukang
Kini, pengelola Gedung MPR/DPR menyangga beban berat dalam pemeliharaannya. Tak heran bila di beberapa bagian terasa kurang terawat.
Ruangan dengan dinding kusam nampak di beberapa tempat. Sedangkan sisa-sisa daun yang tak pernah tersentuh sapu, terlihat bertebaran di mana-mana.
"Kami harus merawat gedung dan taman seluas 28 ha dari luas keseluruhan 60 ha. Padahal, anggarannya cukup terbatas, Rp 500 juta per tahun," kata Ruslan Salamun, B.A, Kepala Biro Pemeliharaan.
Untuk biaya rekening listrik, air dan telepon disediakan anggaran tetap. Sedangkan untuk rehabilitasi dan renovasi harus dibuatkan anggaran proyek.
"Seperti coating kubah yang dilakukan lima tahun sekali, harus diusulkan dulu ke Bappenas karena membutuhkan biaya yang tidak kecil. Per meter perseginya sekitar Rp 25.000,00."
Terbatasnya anggaran bisa saja menjadi kendala, tapi masih banyak yang bisa dilakukan pengelola untuk merawat Gedung MPR/DPR.
"Ada baiknya jika lembaga itu mempunyai tukang listrik, tukang kayu, tukang air sendiri. Sewaktu-waktu ada kerusakan, mereka bisa langsung memperbaiki. Tidak perlu mencatat kerusakan dulu, melaporkan, baru kalau disetujui akan dipanggilkan tukang. Ini tentu memakan banyak waktu. Sementara perbaikan sebenarnya tidak bisa ditunda-tunda lagi," saran Pak Nurpontjo yang pemah ikut dalam proyek pengendalian kompleks MPR/DPR.
Masalah lain adalah penataan lingkungan Gedung MPR/DPR itu sendiri. Pembangunan sekitar gedung kebanggaan itu terasa berjalan sendiri-sendiri.
"Gedung Pemuda terlihat sangat keras, sehingga tidak memberi latar belakang yang baik buat Gedung MPR/DPR. Sedangkan danau di Taman Ria tertutup pemandangannya oleh pagar-pagar."
Agaknya, sudah saatnya gedung yang menyimpan riwayat unik ini diberi perhatian lebih. Soalnya, setidaknya kita juga hams menjaga citra sebagai gedung parlemen di tanah air tercinta.
Cukup buat seribu orang
K alau Anda sekali-sekali lewat gedung MPR/DPR, maka Anda akan melihat kolam air mancur menghiasi jalan masuk.
Di sisi kiri kolam, 35 tiang bendera berjajar. Sedang di ujung kolam terdapat elemen estetik, kemudian sebuah taman dengan dua buah tiang bendera.
Setelah itu ada tangga besar sebagai jalan masuk gedung utama yang disebut Grahatama.
Bangunan di kompleks MPR/DPR kita ini terdiri atas gedung utama (Grahatama), gedung anggota (Lokawirasabha), gedung komisi (Ganagraha), gedung sekretariat (Kamania Sasanagraha), gedung perpustakaan (Pustakaloka) dan gedung poliklinik.
Gedung utama inilah yang memberi ciri khusus bagi gedung parlemen kita. Gedung ini sendiri tidak mempunyai tiang dan terbuat dari beton baja yang kokoh.
Di gedung utama ini terdapat ruang rapat yang berdaya tampung 1.000 orang di balkon bawah dan 500 orang di balkon atas.
Biasanya, yang duduk di balkon bawah adalah para anggota MPR/DPR, para duta besar negara jiran, para pejabat eselon I.
Sedangkan di balkon atas diperuntukkan bagi para wartawan, para undangan eselon E. Di atas mimbar terdapat meja-kursi untuk pimpinan rapat, kursi untuk Presiden di sebelah kanan dan kursi untuk Wakil Presiden di sebelah kiri beserta para ajudannya.
Gedung MPR/DPR dalam setahun paling tidak diramaikan oleh dua peristiwa penting. Di bulan Januari, saat Presiden menyampaikan Nota Keuangan RAPBN dan di bulan Agustus, ketika Presiden membacakan pidato kenegaraan sehari sebelum hari kemerdekaan RI.
Sebagai gambaran saja, tanggal 16 Agustus 1991 undangan yang diedarkan berjumlah 2.600. Yang hadir memenuhi ruang rapat di gedung utama sekitar 1.500 orang, plus para teladan dari seluruh tanah air yang kali itu berjumlah 960.
Akbatnya, para teiadan terpaksa ada yang mengikuti pidato kepala negara di lobi.
(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Oktober 1991)
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR