Bahan apa pun yang bisa digunakan dipakai. Bahkan sisa pembangunan kompleks Senayan dan rel-rel kereta api, dipakai sebagai ganti besi baja yang sulit didapat.
Ketika pengecoran atap, tak kurang dari 27.000 orang terlibat langsung siang-malam. Tak pelak pembangunan ini menimbulkan decak kekaguman.
"Kok bisa ya memimpin orang sebanyak itu sampai sedetil-detilnya. Padahal kita hanya menggunakan ember untuk memindahkan adonan semen," kenang Nurpontjo.
Kerja siang-malam ini membuahkan hasil luar biasa. Dalam kurun waktu delapan bulan (November '65) secara struktur bangunan itu selesai.
Itu sesuai dengan waktu yang sudah direncanakan. "Bisa dikatakan pekerjaan ini ditangani oleh armada semut!"
Kendati rencana pendirian gedung terwujud, namun keinginan Bung Kamo untuk menyelenggarakan pertemuan Conefo kandas.
Soalnya, terjadi peristiwa G30S/PKI. Pemerintahan Orde Lama jatuh, digantikan oleh pemerintahan Orde Baru.
Pembangunan gedung ini pun sempat terbengkalai, akhirnya Presiden Soeharto dan pimpinan DPR-GR memutuskan melanjutkan pembangunan gedung ini menjadi proyek Gedung MPR/DPR.
Sejak tahun 1967 pembangunannya dilakukan bertahap, sesuai dengan kemampuan anggaran. Gedung utama MPR/DPR selesai dibangun dan digunakan untuk Sidang Umum MPRS 1968.
Gedung utama yang disebut "gedung konferensi induk" itu, hanyalah satu dari lima gedung yang terdapat dalam kompleks MPR/DPR.
Empat lainnya adalah gedung sekretariat, banquet hall dan dapurnya, auditorium serta mechanical building.
Pembangunan keseluruhan kompleks itu selesai tahun 1975, meski upacara peresmiannya belum pemah terdengar.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR