Kenapa? Ketika seorang gadis asal Swis diwawancarai oleh CNN, ia mengaku, "Kehidupan sebagaimana kita jaIani saat ini sudah kehilangan makna.
Untuk apa hidup?" Tidak ada tantangan.
Segalanya sudah tersedia, baik oleh orangtua maupun negara. Mau apa lagi?
Saat itu, di zaman Vatsyayana, muda-mudi Bhaarat pun menghadapi dilema serupa.
Maka mereka melarikan diri dari masyarakat.
Mereka menjadi petapa, menjadi biku. Keseimbangan sosial pun kacau.
Jumlah penduduk yang berusia lanjut dan sudah tidak produktif melebihi jumlah mereka yang masih muda dan produktif.
Keadaan serupa saat ini dihadapi oleh tetangga kita, Singapura.
Di tengah keadaan seperti itu, Vatsyayana mengingatkan zamannya bahwa "Manusia Dapat Memberi Makna pada Hidupnya".
Tidak perlu mencari makna ke mana-mana, karena makna ada di mana-mana.
Maka lahirlah sebuah falsafah, bukan filsafat yang kering, cara hidup yang penuh lembap.
Falsafah Kama Sutra.
Artikel ini ditulis oleh Anand Krishna di buku Healthy Sexual Life dengan judul ‘Neo Kama Sutra: Kebajikan Kuno Bagi Manusia Modern’.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR