Advertorial

Sebelum Jack Ma, Indonesia Pernah Mendatangkan Menteri NAZI untuk Jadi Penasihat Ekonomi

Moh Habib Asyhad

Editor

Jauh sebelum mengundang Jakc Ma, pada masa Presiden Soekarno, Indonesia pernah mengundang orang asing sebagai penasihat ekonomi: mantan menteri Jerman Nazi.
Jauh sebelum mengundang Jakc Ma, pada masa Presiden Soekarno, Indonesia pernah mengundang orang asing sebagai penasihat ekonomi: mantan menteri Jerman Nazi.

Intisari-Online.com -Jack Ma resmi jadi penasihat steering committee (SC) roadmap e-commerce Indonesia.

SC ini, seperti dilansir dari CNN Indonesia, bertugas meningkatkan perdagangan produk Indonesia khususnya produk-produk dari Usaha Kecil Menengah (UKM).

Dilaporkan Kompas.com, roadmap e-commerce Indonesia sendiri sudah diumumkan sejak awal 2016 lalu.

Ada tujuh poin di dalamnya: persoalan logistik, pendanaan, perlindungan konsumen, infrastruktur komunikasi, pajak, pendidikan, dan keamanan siber.

(Baca juga:Jack Ma jadi Penasihat e-Commerce Indonesia: Surat dari Jack Ma Sang Miliarder Pendiri Alibaba untuk Anaknya)

Jauh sebelum mengundang Jakc Ma, pada masa Presiden Soekarno, Indonesia pernah mengundang orang asing sebagai penasihat ekonomi. Seorang pakar keuangan Jerman dan Menteri Ekonomi era NAZI bernama Dr. Hjalmar Horace Greeley Schacht.

Orang yang paling berjasa mendatangkan Hjalmar adalah Menteri Keuangan Jusuf Wibisono (Masyumi) dan Sumitro Djojohadikusumo (Partai Sosialis Indonesia, PSI).

Seperti dilaporkan Historia.id, Hjalmar sempat bimbang dengan tawaran menjadi penasihat ekonomi itu. Selain karena wilayahnya yang cukup jauh, ia juga belum mempunyai data-data pendukung soal Indonesia.

Meski demikian, ia mengaku sangat tertarik dengan tawaran itu. Dan pada 3 Agustus 1951, Hjalmar akhirnya sampai juga di Jakarta, di Indonesia.

Siapa Hjalmar?

Dr. Hjalmar Horace Greeley Schacht lahir di Tinglev (sekarang masuk Denmark) yang waktu itu masuk wilayah Kekaisara Prusia, pada 22 Januari 1877. Setelah menerima gelar doktor dalam bidang ekonomi, ia dipekerjakan oleh Dresdner Bank, dan menjadi wakil direktur di sana pada 1908.

Tak hanya dalam bidang ekonomi, Hjalmar juga punya peran penting dalam melambungkan nama Adolf Hitler.

Ia membantu memperkenalkan Si Kumis Ikonik itu kepada pemimpin industri dan keuangan serta memainkan peran kunci dalam mempengaruhi presiden Jerman pada masa Republik Weimar, Paul von Hindenburg, untuk mengangkat Hitler sebagai Reichskanzler (Kanselir Kerajaan) pada 1933.

(Baca juga:Misteri Kematian Rasputin, Penasihat Spiritual Dinasti Terakhir Kekaisaran Rusia yang Kebal Sianida)

Meski demikian, Hjalmar juga terlibat dalam Plot 20 Juli. Sebuah percobaan kudeta yang gagal dalam usaha membunuh Adolf Hitler pada 20 Juli 1944. Alih-alih berhasil membunuh, ia justru dipenjara hingga 1945.

Setelah dibebaskan dari dakwaan yang berhubungan dengan kegiatannya selama Jerman Nazi, Hjalmar memulai karier keduanya sebagai konsultan ekonomi dan keuangan untuk negara Dunia Ketiga. Karier ini ia lalui dengan cukup sukses.

Diprotes PKI

Penunjukkan Hjalmar sebagai penasihat ekonomi waktu itu adalah untuk mengatasi kesulitan ekonomi dan keuangan yang terjadi waktu.

Bagaimanapun juga, kondisi ekonomi Indonesia pascakemerdekaan masih sangat compang-camping. Inflasi melonjak, nilai uang turun drastis, sektor-sektor strategis masih dikuasi Belanda, sementara sektor-sektor kecil dikuasai oleh komunitas Arab dan Tionghoa.

Selain itu, kebijakan ekonomi dan keuangan juga belum konsisten seiring dengan sering terjadinya perombakan kabinet yang justru memburuk situasi.

Meski demikian, tak semua sepakat dengan ditunjuknya Hjalmar sebagai penasihat ekonimi. Lebih-lebih dari Partai Komunis Indonesia yang notabene selalu berseberangan dengan Masyumi dan PSI.

(Baca juga:Sebelum Holocaust, Jerman Nazi Menghabisi Orang-orang Gipsi)

Seorang Politbiro CC PKI, masih dari Historia.id, mengatakan bahwa nasihat Hjalmar hanya akan menguntungkan kaum imperialis dan menyeret ekonomi Indonesia ke dalam persiapan Perang Dunia baru.

Meski begitu, Hjalmar tetap bekerja sesuai kapasitanya. Setelah tiga bulan berada di Indonesia ia menyelesaikan laporannya.

Artikel Terkait