Advertorial
Intisari-Online.com - Ketika pada tahun 1939 Jepang secara sepihak menginvasi China dan pada tahun 1940 mulai mengganyang Vietnam, invasi besar-besaran itu mendapat kecaman keras AS.
Setahun kemudian AS yang sudah membaca Jepang akan meluaskan ekspansi jajahannya ke wilayah Asia tak hanya tinggal diam.
Pemerintah menjawab ancaman itu dengan menempatkan lebih banyak armada Angkatan Lautnya di Pearl Harbor, Hawai.
Tak hanya itu AS juga melancarkan embargo minyak, besi baja, dan bahan-bahan material lainnya ke Jepang mulai bulan Juli 1940.
Tapi, Jepang ternyata tidak merasa gentar. Angkatan Laut Kekaisaran Jepang yang dikomandani oleh Admiral Yamamoto justru makin meningkatkan kekuatannya.
(Baca juga: Benarkah Taktik Kamikaze Jepang yang Picu AS Jatuhkan Bom Atom ‘Terinspirasi’ Pengalaman Perang di Indonesia?)
Yamamoto bahkan berprinsip lebih baik segera memulai perang dengan AS daripada menempuh langkah politik lainnya.
Untuk mewujudkan prinsip dan ambisinya itu, Yamamoto yang juga dikenal sebagai seorang Samurai segera menyiapkan rencana besarnya.
Secepat kilat menyerang dan sekaligus menghancurkan armada laut AS di Pearl Harbur. Apalagi pada saat itu kekuatan Angkatan Laut Jepang yang telah berhasil dibangun oleh Yamamoto benar-benar dalam kondisi siap tempur.
Persiapan yang dilaksanakan oleh Admiral Yamamoto melibatkan armada laut yang sangat besar karena operasi serbuan Jepang tak hanya berhenti di Pearl Harbor saja.
Sebab, sesuai rencana setelah Pearl Harbour lumpuh, armada laut Jepang akan melanjutkan ekspansi militernya ke wilayah Asia Timur dan Tenggara.
(Baca juga: Tak Diragukan Lagi, Jatuhnya Bom Atom di Jepang Turut Menentukan Kemerdekaan RI)
Kekuatan laut, Pearl Harbor Task Force yang disiapkan Yamamoto dan kemudian dikomandani oleh Admiral Suichi Nagumo, terdiri dari 6 kapal angkut pesawat (carrier) Akagi, Kaga, Hiryu, Soryu, Shokaku, dan Zuikaku.
1st Air Fleet, 1st Destroyer Squadron (17th Destroyer Division, Nagara flagship, dan 18th Destroyer Division, Akiguma flagship), 3rd Battleship Division (3rd BB Division dan 8th Cruiser Division), 2nd Submarine Division (1-17 flagship, 1-21 dan 1-23), dan 7th Destroyer Division.
Sementara armada yang disiapkan untuk menyerang pangkalan udara di Midway mencakup 1st Supply Unit (Kyokuto Maru flagship, Kenyo Maru, Kokuyo Maru, dan Shikoku Maru), dan 2nd Supply Unit ( Tohu Maru flagship, Toei Maru, dan Nippon Maru). Armada raksasa Yamamoto itu mulai bergerak menuju Pearl Harbor pada tanggal 26 November 1941.
Admiral Yamamoto yang pernah bertugas sebagai atase militer di AS sendiri yakin serangannya akan berhasil karena sudah dibekali bahan intelijen yang akurat.
Mulai dari jumlah kapal di Pearl Harbor, pertahanan udara yang lemah, dan lainnya.
(Baca juga: Setelah Ledakan Bom Atom di Hiroshima dan Nagasaki, Kaisar Jepang pun Jadi 'Manusia Biasa' Lagi)
Sementara itu situasi di Pearl Harbor menjelang datangnya serangan tampak tenang. Maklum selama ini armada AL AS di Pearl Harbor hanya berfungsi sebagai kekuatan detteren dan bukan merupakan kekuatan ofensif.
Sistem pertahanan yang dirancang untuk melindungi Pearl Harbor dan sekitarnya juga bukan merupakan pertahanan untuk melawan serangan udara melainkan pertahanan yang disiapkan untuk menghadapi serbuan dari laut.
Kondisi rawan itu sebenarnya sangat dipahami oleh komandan AL AS di Pearl Harbor yang baru dilantik, Admiral Husband E Kimmel.
Tapi ia tak punya cukup waktu untuk mengubahnya. Apalagi partner Admiral Kimmel, Mayor Jenderal Walter C Short yang menjabat komandan Angkatan Darat di Pearl Harbor, kurang bisa kerja sama.
Dua petinggi di Pearl Harbor itu kemudian malah saling bersaing untuk mencari pengaruh ke Washington.
Sedang faktor lain yang paling riskan adalah, pangkalan radar di Pearl Harbor ternyata berada di bawah komando Angkatan Darat.
Sementara armada pesawat tempur berada di bawah komando Angkatan Laut. Pada saat itu, AS memang belum memiliki Angkatan Udara.
Jika mendapat serangan udara, kondisi seperti itu pasti akan membawa bencana bagi Pearl Harbor.
Ancaman serangan udara itu ternyata sudah berada di depan mata dan sama sekali tak disadari oleh kekuatan militer AS di Pearl Harbor.
Setelah berlayar lebih dari 10 hari Armada Nagumo makin mendekati sasaran.
Tepat pada hari Minggu tanggal 7 Desember, serangan kilat yang telah direstui Kaisar Hirohito itu pun dilancarkan.
Dari kapal-kapal carrier yang berada hanya tiga ratusan mil dari Pearl Harbor, pesawat-pesawat tempur Jepang satu persatu melesat ke udara yang cerah menuju sasaran.
Armada pesawat tempur Jepang yang pertama kali mengudara berasal dari kapal carrier Akagi dan dikomandani oleh Comodor Mitsuo Fuchida.
Semua pilot pesawat tempur mengenakan bandana berlogo matahari terbit sebagai pertanda keyakinan missi mereka pasti sukses.
Ratusan pesawat tempur (183 unit) Jepang yang meluncur dari kapal-kapal carrier ditargetkan akan menggempur Pearl Harbour dalam dua gelombang serangan.
Pesawat tempur Jepang yang dikerahkan untuk menggebuk Pearl Harbour terdiri dari tiga jenis, yakni pembom dive-bomber D3A1 Model 11 (VAL), pembom torpedo Nakajima B5N2 Type 97 (KATE) dan fighter yang sekaligus mampu berperan sebagai pesawat pembom, AGM2 MODEL 21 (Zero).
Ketika pesawat-pesawat Jepang makin mendekati Pearl Harbour, radar AD AS sebenarnya berhasil mendeteksi kehadiran mereka.
Tapi petugas radar yang melaporkan kehadiran pesawat-pesawat ternyata tak mendapat tanggapan.
Maklum pada pagi hari itu para petugas radar nyaris tak ada di tempat karena tengah menikmati sarapan.
Ketika radar kembali mendeteksi pesawat-pesawat asing yang makin mendekat, para petugas radar AS malah mengira pesawat-pesawat merupakan pesawat AS yang sedang mengadakan latihan terbang dari pangkalan Ford Island menuju geladak USS Enterprise dan sebaliknya.
Tepat pukul 07.39, Comodor Fuchida memerintahkan pilot-pilotnya untuk segera melancarkan serangan terhadap Pearl Harbor.
Gelombang serangan pertama dilaksanakan oleh pesawat pembom torpedo.
Peluncuran torpedo dilakukan secara serentak di tiga lokasi sasaran, Pearl Harbor, Ford Island, dan pangkalan AD AS di Hickam Field.
Serangan berupa hujan torpedo itu langsung menghantam kapal-kapal perang AS yang sedang bersandar dan dalam posisi sangat lemah, sitting duck.
Ledakan berupa neraka api dan asap langsung menyadarkan bahwa Pearl Harbor telah diserang dan bukan sedang latihan.
Saat kapal-kapal perang AS tengah terbakar dan tenggelam akibat hantaman torpedo, bom-bom yang dijatuhkan pesawat Jepang ke daratan juga menimbulkan bencana tak kalah mengerikan.
Bangunan dan pesawat-pesawat tempur AS yang terparkir di landasan serta hangar jadi sasaran empuk senapan mesin serta bom.
Kebakaran, ledakan, dan puing pesawat menggila di mana-mana.
Serangan gelombang pertama yang berlangsung dari pukul 07.50 hingga 08.10 itu benar-benar sukses karena tidak mendapat perlawanan berarti.
Pilot-pilot Jepang yang sudah berpengalaman tempur di China itu bahkan berani terbang rendah sehingga gigi emasnya sampai kelihatan dan menyapu semua sasaran darat sesuka hatinya.
Sejumlah meriam antiserangan udara yang disiapkan secara tergesa-gesa oleh pasukan AS di darat memang mampu merontokkan beberapa pesawat Jepang.
Tapi perlawanan dari darat itu ternyata sama sekali tak berarti.
Pertempuran yang berlangsung di Hickam Field bahkan memunculkan peristiwa tragis.
Ketika pesawat-pesawat Jepang sedang meluncur ke Hickam, kebetulan pada hari itu, pangkalan Hickam sedang menyiapkan pendaratan sejumlah pesawat pembom AS, B-17 yang terbang dari California.
Kehadiran pesawat-pesawat tempur Jepang itu semula ternyata dikira armada B-17.
Tapi begitu hujan bom dan peluru senapan mesin menghantam pangkalan Hickam, pasukan AD AS baru sadar jika mereka sedang diserang.
Meriam-meriam anti pesawat pun dengan tergesa-gesa dioperasikan namun tembakan pelurunya sama sekali tak menggentarkan pilot-pilot Jepang. Saat terjadi pertempuran sengit itu tiba-tiba sebanyak 12 pesawat B-17 tiba.
Operator meriam antiserangan udara segera mengarahkan tembakannya ke arah rombongan B-17 karena dikira pesawat-pesawat Jepang. Sebaliknya pesawat-pesawat Jepang begitu mengetahui kehadiran B-17 juga langsung menembakinya.
Pilot-pilot B-17 pun panik tapi tetap memaksakan diri mendaratkan pesawatnya.
Akibatnya, 8 B-17 kendati berhasil mendarat tapi mengalami kerusakan berat.
Sisanya berupaya mendarat darurat di sejumlah tempat seperti pangkalan udara sipil dan lapangan golf.
Serangan udara Jepang yang berlangsung pada gelombang pertama ini betul-betul sukses dan mampu menghancurkan sebagaian besar armada AS di Pasifik, US Pasific Fleet.
Serangan udara Jepang yang dilancarkan pada gelombang kedua memang tak semulus serangan gelombang pertama karena sudah mendapatkan perlawanan.
Baik perlawanan di udara maupun di darat. Tapi serangan kedua itu tetap saja membuat kekuatan AS di Pearl Harbor makin berantakan.
Saat Komodor Fuchida mendarat selamat di kapal Akagi pada pukul 13.00, misi pemboman ke Pearl Harbor dihentikan oleh Admiral Naguma.
Semula Fuchida yang sedang mabok kemenangan sempat menawarkan untuk menggempur Pearl Harbor ketiga kalinya.
Tapi Nagumo menolak dan menyatakan gempuran Pearl Harbor sudah cukup. Armada kapal perang Jepang pun kemudian cepat-cepat menyingkir dari kawasan perairan sekitar Hawai.
Dalam operasi serbuan ke Pearl Harbor ini, pasukan Jepang bisa dikatakan menang telak.
Sebanyak 21 kapal perang AS tenggelam atau rusak parah, lebih dari 150 pesawat tempur berbagai jenis hancur, 2388 personil tewas dan 1109 terluka.
Sebanyak 1200 korban tewas bahkan terjadi dalam satu kapal.
Yakni, para korban yang terjebak dalam kapal perang USS Arizona ketika dua bom yang dijatuhkan pesawat Jepang berhasil menghantam telak depot amunisi dan menenggelamkannya hanya dalam hitungan menit.
Sedangkan korban di pihak Jepang terbilang kecil. Pesawat tempur yang berhasil dirontokkan AS antara lain 9 fighter, 15 dive bomber, 4 pesawat pembom torpedo, dan satu kapal selam tenggelam.
Kapal selam yang tenggelam dan sedang melaksanakan misi pengintaian itu justru berhasil dikaramkan kapal perang AS sebelum pesawat-pesawat tempur Jepang tiba di Pearl Harbor.
Sementara korban yang tewas di pihak Jepang total berjumlah 185 personil. Sebanyak 121 korban tewas adalah awak kapal selam I-class sub.
Namun serbuan di Pearl Harbour yang memicu peperangan besar di Asia Pasifik dan megakibatkan 4 juta tentara Sekutu gugur rupanya memicu dendam kesumat AS terhadap Jepang dan berkibat pada serangan bom atom di Hiroshima serta Nagasaki pada bulan Agustus 1945.