Intisari-Online.com - Ketika pasukan AS yang dipimpin Jendral Douglas McArthur mulai melancarkan serangan balasan terhadap pasukan Jepang melalui taktik lompatan katak (frog jumping) prioritas utama adalah merebut Filipina.
Tanpa diduga rencana serbuan balasan itu ternyata menginspirasi Jepang untuk membentuk pilot-pilot berani mati, kamikaze.
Sebelum jatuh ke tangan Jepang pada bulan November 1941, McArthur dan pasukannya bermarkas di Filipina.
Tapi begitu Filipina jatuh ketangan pasukan Jepang, McArthur yang merasa sangat terpukul kemudian melarikan diri ke Australia utuk menyusun pasukan guna melancarkan serangan balasan.
Setelah semua kekuatan tempur tersedia, Mc.Arthur pun siap mengambil alih lagi Filipina dari tangan pasukan Jepang sekaligus memenuhi janjinya yang tersohor sebelum meninggalkan Filipina, I shall return (saya akan kembali).
Untuk menyerbu Filipina, pasukan McArthur harus terlebih dahulu melumpuhkan kekuatan tempur pasukan Jepang yang berpangkalan di Biak, Papua.
Sebagai pangkalan militer Jepang untuk mempertahankan kawasan Asia Pasifik, kekuatan tempur Jepang di Biak terdiri dari ssejumlah kapal perang, pesawat-pesawat tempur di tiga airstrip, dan lebih dari 11.000 personel pasukan yang terwadahi dalam satuan 2nd Area Army dan 7th Air Division.
Pasukan Jepang di Papua berada di bawah komando Southern Area Army, Jenderal Juichi Terauchi, yang bermarkas di Jeffman, Sorong.
Sebagai pasukan tempur yang bertarung demi membela kehormatan Kaisar Jepang, seluruh pasukan Jepang diperintahkan bertempur hingga mati.
Kekuatan tempur Jepang di Biak perlu dilumpuhkan dan dikuasai terlebih dahulu oleh pasukan Sekutu, karena sebagai pulau yang terdekat dengan Filipina, pesawat-pesawat tempur Jepang yang berpangkalan di Biak akan menjadi ancaman serius.
(Baca juga: Tak Diragukan Lagi, Jatuhnya Bom Atom di Jepang Turut Menentukan Kemerdekaan RI)
Selain itu, jika pangkalan Biak dapat dikuasai Sekutu,pangkalan militer yang berhasil direbut bisa digunakan untuk mendukung serbuan pasukan Sekutu merebut kembali Filipina.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR