Advertorial

Kemenhub Sosialisasi Peraturan tentang Spesifikasi Sepeda yang Laik Digunakan, Pesepeda 'Kompak' Menghujat

Agus Surono

Penulis

Melalui sebuah peraturan pemerintah, Kementerian Perhubungan mengeluarkan syarat kelaikan sepeda. Namun penggiat sepeda banyak yang mengomentari dengan nada negatif PP tersebut.
Melalui sebuah peraturan pemerintah, Kementerian Perhubungan mengeluarkan syarat kelaikan sepeda. Namun penggiat sepeda banyak yang mengomentari dengan nada negatif PP tersebut.

Intisari-Online.com – Bersepeda ke kantor atau sebagai sarana menjaga kesehatan sudah banyak dilakukan orang.

Tiap hari dengan mudah kita melihat orang-orang yang bersepeda ke kantor di pagi hari atau pulang ke rumah di senja atau malam hari.

Sementara di akhir pekan, di jalanan perkotaan yang agak sepi terlihat berombongan para pesepeda memacu kaki dan jantung mereka mengelilingi kota.

Pesepeda yang suka dengan suasana alam memenuhi jalur-jalur sepeda yang sudah dikenal, semacam trek Rindu Alam di Puncak, Bogor atau kawasan Sentul, Bogor.

Sama seperti mobil yang multifungsi, maka sepeda yang digunakan pesepeda-pesepeda itu pun multifungsi. Bisa digunakan saat bermain tanah di trek Rindu Alam, sekaligus digunakan untuk bersepeda ke kantor.

Jadi, ada beragam sepeda turun di jalan raya.

(Baca juga:Bersepeda Hampir 3000 Km dalam 17 Hari, Bentuk Kaki Pebalap Sepeda Ini Berubah Jadi Menyeramkan. Berbahayakah?)

Nah, tak banyak pesepeda yang tahu bahwa ternyata ada peraturan pemerintah (PP) yang menetapkan kelaikan sebuah sepeda untuk dikendarai di jalan raya.

PP No. 55 tahun 2012 tentang Kendaraan, pasal 115 telah menetapkan sepeda yang laik dikendarai mesti memiliki lebar maksimum 550 milimeter dan panjang maksimum 2.100 milimeter. Juga harus dilengkapi dengan spakbor dan rem.

Sontak PP yang beredar melalui – salah satunya – akun Facebook Kementerian Perhubungan RI (@kemenhub151) itu pun menuai komentar yang hampir bernada negatif cenderung menghujat.

Misalnya saja komentar dari Rahardian Ludhirayang menuliskan komentar sebagai berikut:

Sementara akun Facebook Suryo Agung Pratomo meminta dengan hormat agar Pak Menteri Perhubungan melakukan bersepeda ke kantor dengan panjang setang seperti yang dimaksud dalam PP tersebut.

Persoalan lebar maksimum (dalam hal sepeda berarti mengacu ke panjang setang) memang salah satu hal yang dikomentari pesepeda.

Setang sepanjang itu (maksimum 550 mm) dinilai sangat pendek dan menyusahkan untuk melakukan manuver di jalan raya.

Apalagi, rata-rata pesepeda menggunakan setang dengan panjang sekitar 70 cm atau 700 mm.

(Baca juga:Lima Alasan Mengapa Harus Mulai Menggunakan Sepeda Sebagai Alat Transportasi)

Syarat kelaikan lain yang ramai diperbincangkan adalah spakbor. Di kebanyakan sepeda gunung (MTB), spakbor ini jarang dipasang. Banyak alasan pesepeda tidak menggunakan spakbor meskipun kalau pas bersepeda ke kantor atau pulang kerja melewati hujan akan membuat baju mereka kotor.

Begitu juga dengan sepeda balap (beberapa pesepeda menggunakan sepeda balap untuk berkomuter).

Jadi, bagaimana Pak Menteri?

Artikel Terkait