Intisari-Online.com - Dunia gempar dengan kebijakan presiden AS, Donald Trump yang terkesan anti-imigran dan anti-Islam.
Walau dikatakan alasannya demi keamanan negara AS, kebijakan tersebut tetap memicu berbagai reaksi dari belahan dunia.
Terlepas apapun alasannya, kita bisa mempelajari sesuatu dari situasi ini. Yaitu, mengenai tembok pemisah perbedaan yang dibangun Trump terhadap imigran dan tujuh negara Islam tersebut kini menambah riuhnya isu SARA di dunia.
Tak hanya di AS sana, negeri kita dan negara-negara lain juga sebetulnya mengalami hal yang sama.
Tanpa kita sadari, semakin hari semakin banyak orang yang membangun tembok pemisah yang semakin tinggi karena perbedaan.
Kondisi ini paling jelas terlihat di dunia maya, di mana orang saling beradu karena perbedaan pendapat dan karena perbedaan-perbedaan lainnya. Akibatnya adalah perpecahan sudah menanti.
(Baca juga: Dulu Hewan Ini Membuat Charles Darwin Pusing Tujuh Keliling, tapi Kini Misterinya Sudah Terpecahkan)
Persoalan ”membangun tembok pembatas/pemisah” ini menarik untuk direnungkan sebab nyatanya kita memang lebih tertarik untuk memperkuat perbedaan ketimbang meningkatan persatuan dan rasa saling memiliki.
Seperi kata Isaac Newton, kita lebih banyak membangun tembok pemisah ketimbang jembatan pemersatu.
Bukan, wacana ini bukan ditilik dari segi agama, suku, ras, atau perbedaan-perbedaan itu.
Namun, dari segi psikologis, manusia memang cenderung untuk membuat tembok pembatas terhadap orang lain yang berbeda dengannya.
Kita cenderung memilih “jarak” ketimbang “terhubung” dengan orang yang berbeda dengan kita.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR