Namun, sebagian besar impor pakaian bekas India ‘memutilasi’ pakaian itu sehingga tidak memerlukan lisensi.
Di salah satu pabrik daur ulang, Shankar Woolen Mills, reporter BBC harus berjalan di atas ratusan kancing warna-warni di lantai saat berjalan.
Udara di pabrik itu lembab, sementara tumpukan pakaian wol menambah panas udara yang sudah panas di musim panas itu.
Di sekeliling ada gunungan jaket, rok, kardigan, baret, dan seragam sekolah. Dari merek kelas bawah sampai kelas atas.
(Baca juga: Dari Tulang Keluar Uang, Begini Caranya)
Juga ada tumpukan pakaian robek dan bekas yang bisa saja berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA).
Para pekerja memisahkan ritsleting, kancing, dan label dari pakaian-pakaian itu.
Kain yang sudah tidak ada pernak-perniknya itu kemudian disimpan dalam tumpukan besar sesuai warnanya: merah, biru, hijau, dan banyak warna hitam. Ini adalah langkah pertama untuk “memutilasi” pakaian menjadi benang sebelum dipintal kembali menjadi sebuah kain yang indah.
Mereka kemudian diproses dengan pakaian berwarna serupa.
"Kami memprosesnya di mesin yang tangan manusia tidak dapat melakukan pekerjaan itu - merobek kain menjadi kain yang lebih kecil.
"Proses selanjutnya adalah memasukannya ke mesin yang lebih besar yang mencampur wol, sutra, katun, dan serat buatan manusia seperti poliester dan memasukkannya ke mesin untuk memperoleh benangnya," kata Ashwini Kumar, yang mengelola Shankar Woolen Mills.
Setiap tiga ton kain menghasilkan sekitar 1,5 ton benang, yang ditenun kembali menjadi sebuah kain berkualitas rendah.
Source | : | bbc.com |
Penulis | : | Agus Surono |
Editor | : | Agus Surono |
KOMENTAR