Kain berkualitas rendah itu sebagian besar kemudian digunakan untuk membuat selimut.
"Selimut itu digunakan sebagai barang bantuan yang didistribusikan saat terjadi bencana - jadi ketika muncul tsunami, topan, atau gempa - di manapun di dunia, Anda melihat selimut ini didistribusikan," tambah Kumar.
Atau kainnya dijual sebagai selimut murah untuk orang miskin dengan harga di bawah AS$2 (sekitar Rp26.000).
Afrika adalah konsumen terbesar untuk barang apkiran itu. Hampir semua pedagang mengunjungi pasar di negara-negara Afrika secara teratur untuk menemukan pembeli baru untuk kain daur ulang mereka.
Ada pasar lokal juga - tapi jauh lebih kecil.
Sementara biaya mengimpor limbah tekstil ini sangat rendah, Kumar khawatir bisnis yang dulu menguntungkan sekarang semakin mahal.
"Begitu sampai di India - biaya bea cukai, transportasi, penyimpanan, listrik dan tenaga kerja meningkat. Konsumen kami di Afrika menginginkan selimut murah dan kami berjuang untuk menjaga harga tetap rendah."
Industri ini juga terpengaruh oleh persaingan yang meningkat dari serat buatan manusia yang lebih murah seperti poliester.
Pawan Garg, presiden All India Woolen & Shoddy Mills Association, mengatakan bahwa industri tersebut telah menyusut secara dramatis.
"Dulu ada lebih dari 400 pabrik di sini - sekarang kurang dari 100, ini merupakan pukulan yang sangat berat, industri ini tidak sudah tidak berprospek. Setiap hari - satu pabrik menutup atau mengurangi produksi.
"Sebelumnya kami bekerja 24/7, sekarang ini hampir satu shift per hari," katanya.
Jika industri terus menyusut maka akan menjadi masalah di India, kata Kumar. Dia menyarankan Barat bisa membantu mendukung industri ini.
"Apa yang kita lakukan di sini adalah pekerjaan yang penting. Pikirkan dampaknya terhadap lingkungan jika kita tidak menggunakan gunungan limbah yang tinggi ini.
"Di India, barang-barang tidak akan pernah terbuang, kami meneruskan pakaian kami kepada mereka yang membutuhkannya, dan bahkan setelah itu kami menemukan cara menggunakan kain itu. Saya tidak dapat memikirkan untuk pernah melempar sepotong pakaian ke tempat sampah."
Source | : | bbc.com |
Penulis | : | Agus Surono |
Editor | : | Agus Surono |
KOMENTAR