Intisari-Online.com– Putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, dilaporkan ke polisi berkaitan dengan video blog yang diunggahnya di akun YouTube miliknya, Kaesang.
Pelapornya adalah seorang pria berinisial MH dan diajukan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Polres Kota Bekasi.
Kaesangdituding melakukan penodaan agama serta menyebarkan ujaran kebencian melalui video yang diunggah ke akun Youtube.
Video yang dimaksud diunggah pada 27 Mei 2017.
Dalam video berdurasi 2 menit 41 detik itu, awalnyaKaesang menyinggung soal ada oknum yang sukanya meminta-minta proyek pemerintah. Setelah itu,Kaesangjuga menyinggung soal pentingnya menjaga generasi muda dari hal-hal negatif.
(Baca juga: Inilah Video dan Kutipan Kalimat Kaesang Seutuhnya)
Pelapor dalam laporannya mengaku dirugikan karena video itu bermuatan ujaran kebencian. Sejumlah kata yang dimaksud adalah soal mengadu domba, mengafir-kafirkan, hingga tak mau mensalatkan padahal sesama muslim.
Aturan yang diadukan terkait dengan pernyataan Kaesang adalah Pasal 156 a KUHP soal penodaan agama. Sedangkan golongan tertentu adalah Pasal 28 Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). “Dalam video itu patut diduga ada tindakan pidana. Ini terkait dengan Pasal 156 a tentang penodaan agama,” CNNIndonesia.com mengutip ucapan pelapor, Rabu (5/7).
Sedangkan penyebutanndesojuga dinilai melecehkan kelompok masyarakat tertentu.
Dalam banyak komentar di situs berita terkait kasus itu, pro kontra merebak seputar ujaran kebencian itu. Pengamat media sosial, Nukman Luthfie, mengatakan tidak menemukan unsur seperti yang dituduhkan pelapor, yaitu ujaran kebencian dan penodaan agama.
"Saya sudah cek berulang kali video tersebut dan menyimpulkan tak ada unsur penyebaran kebencian. Ini vlog biasa saja," kata Nukman.
(Baca juga: Kaesang Pangarep Kini Menyandang Status Anak Presiden)
Pasal ujaran kebencian, dia menambahkan, menurut banyak pakar adalah pasal karet. "Bisa ditafsirkan 'semau gue'. Mengingat kasus ini sudah dilaporkan ke polisi, kita tunggu saja sikap polisi," ujar Nukman.
Pasal karet yang mengacu ke Pasal 28 ayat (2) UU ITEitu berbunyi:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Menurut hukumonline.com, sebenarnya, tujuan pasal ini adalah mencegah terjadinya permusuhan, kerusuhan, atau bahkan perpecahan yang didasarkan pada SARA akibat informasi negatif yang bersifat provokatif.
Isu SARA dalam pandangan masyarakat merupakan isu yang cukup sensitif. Oleh karena itu, pasal ini diatur dalam delik formil, dan bukan delik materil.
Contoh penerapannya adalah apabila seseorang menuliskan status dalam jejaring sosial informasi yang berisi provokasi terhadap suku/agama tertentu dengan maksud menghasut masyarakat untuk membenci atau melakukan anarki terhadap kelompok tertentu, maka Pasal 28 ayat (2) UU ITE ini secara langsung dapat dipergunakan oleh Aparat Penegak Hukum (“APH”) untuk menjerat pelaku yang menuliskan status tersebut.
(Baca juga: Ketika Presiden Jokowi Menjadi Sopir Barack Obama di Kebun Raya Bogor)
Ancaman pidana dari Pasal 28 ayat (2) UU ITE tersebut diatur dalamPasal 45 ayat (2) UU ITEyaitu pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Efektivitas pasal tentunya dapat dilihat dari setidaknya dua sisi, yaitu pengaturan dan penerapan/penegakan (law enforcement). Secara pengaturan, perumusan pasal ini sudah dinilai cukup.
Sedangkan, dalam aspek penerapan/penegakan pasal yang dimaksud, tentu bergantung pada tiap-tiap kasus yang terjadi atau dengan kata lain penerapan pasal tersebut relatif sulit diukur parameter efektivitasnya.
Jadi, kita tunggu saja bagaimana akhir cerita dari kasus Kaesang ini.
"Kami sedang melakukan penyelidikan. Kalau tidak ada bukti, ya ditutup," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono di Jakarta, Rabu (5/7).