Intisari-Online.com- Mulai 28 November 2016, revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) diberlakukan. Apa saja yang diubah dalam revisi UU ITE? Berikut penjelasannya.
Pertama, sesuai Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), mengenai keberadaan informasi dan/atau dokumen elektronik adalah alat bukti hukum yang sah.
Kedua, penurunan tindak pidana dan denda pada Pasal 27 ayat (3) tentang konten yang memuat dan/atau penghinaan nama baik dan Pasal 29 tentang ancaman kekerasan atau menakut-nakuti menjadi 4 tahun penjara dan dengan Rp750 juta.
Ketiga, untuk menghindari multitafsir (salaf tafsir) terhadap Pasal 27 ayat (3), dilakukan 3 (tiga) perubahan ditambahkan penjelasan atas istilah "mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik", menegaskan bahwa ketentuan tersebut adalah delik aduan bukan delik umum, dan menegaskan bahwa unsur pidana pada ketentuan tersebut mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan fitnah yang diatur dalam KUHP.
Keempat, tentang penyidikan di Pasal 43 ayat (5) dan ayat (6), ketentuan hukum acara sesuai KUHAP adalah penggeledahan dan/atau penyitaan yang semula harus mendapatkan izin Ketua Pengadilan Negeri setempat dan penangkapan penahanan yang semula harus meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam waktu 1x24 jam.
Kelima, untuk memperkuat peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam Pasal 43 ayat (5) ditambahkan antara lain kewenangan membatasi atau memutuskan akses terkait dengan tindak pidana teknologi informasi dan kewenangan meminta informasi dari Penyelenggara Sistem Elektronik terkait tindak pidana teknologi informasi.
Keenam, menambahkan ketentuan mengenai “hak yang dilupakan” pada ketentuan Pasal 26 bahwa setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan dan wajib menyediakan mekanisme penghapusan Informasi Elektronik yang sudah tidak relevan.
Ketujuh, untuk memperkuat peran Pemerintah dalam memberikan perlindungan dari segala jenis gangguan akibat penyalahgunaan ITE, pada Pasal 40 disisispkan kewenangan tambahan adalah Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan Informasi Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang dan berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.
Semua sarana eletronik yang bisa dijadikan obyek UU ITE adalah SMS, media sosial, e-mail, dan mailing-list.