Hidup Itu Seperti Mengayuh Sepeda Tandem, yang Dikayuh Bersama oleh Kita dan Tuhan

Ade Sulaeman

Editor

Hidup itu seperti sepeda tandem mengayuh bersama Tuhan
Hidup itu seperti sepeda tandem mengayuh bersama Tuhan

Intisari-Online.com – Dulu saya menganggap Tuhan sebagai pengamat saya, hakim saya, yang mencatat hal-hal yang saya lakukan bila salah, dan mengetahui apakah saya layak diterima di surga atau neraka bila saya mati.

Saya tahu, ia ada di luar sana. Tapi saya tidak benar-benar mengenal Dia.

Tapi kemudian ketika saya bertemu dengan Tuhan, sepertinya hidup itu seperti sepeda. Tapi sepeda itu tandem, dan saya perhatikan Tuhan ada di belakang saya yang membantu saya mengayuh sepedanya.

Saya tidak tahu kapan Dia menyuruh agar kita mengubah tempat, tapi hidup tidak sama ketika saya di belakang Tuhan. Tuhan membuat hidup kita menyenangkan.

Ketika saya memegang kendali, saya pikir saya tahu jalannya, tapi agak membosankan, dan bisa ditebak. Jarak terpendek antara dua titik.

Tetapi ketika Dia yang memimpin, Dia tahu potongan-potongan panjang yang menyenangkan, mendaki gunung, dan melewati tempat-tempat berbatu dengan kecepatan tinggi. Itu bisa saya lakukan dengan bertahan.

Meskipun sering terlihat seperti gila, tapi Dia selalu berkata, “Kayuh!”

Saya kadang khawatir dan cemas, lalu bertanya, “Ke mana Engkau akan membawa saya?”

Dia tertawa dan tidak menjawab, dan saya mulai belajar untuk percaya. Saya lupa hidup saya membosankan dan memasuki petualangan.

Dan ketika saya mengatakan, “Saya takut.” Dia berhenti dan menyentuh tanganku.

Dia membawa saya kepada orang-orang dengan hadiah yang saya butuhkan, pemberian penyembuhan, penerimaan, dan kegembiraan. Mereka memberi saya bingkisan mereka untuk melakukan perjalanan saya, perjalanan Tuhan, dan milik saya.

Kami pun berangkat lagi. Dia berkata, “Berikan hadiahnya. Ini menjadi beban tambahan saja, terlalu berat.”

Jadi saya melakukannya. Saya berikan hadiah tadi kepada orang-orang yang saya temui, dan saya menemukan bahwa ketika memberi, saya menerima, dan beban kami semakin ringan. Meski awalnya saya tidak percaya pada ini.

Dia tahu rahasia sepeda. Tahu bagaimana membuatnya berbelok untuk mengambil tikungan tajam, melompat ke batu tinggi yang jelas, terbang untuk mempersingkat bagian-bagian yang menakutkan.

Dan saya belajar untuk tutup mulut dan mengayuh sepeda di tempat yang paling aneh. Saya mulai menikmati pemandangan dan angin sejuk di wajah saya dengan teman setia saya yang menyenangkan, yaitu Tuhan.

Dan saat saya yakin saya tidak bisa berbuat apa-apa lagi, Dia hanya tersenyum dan berkata, “Kayuh.”

Artikel Terkait