(Baca juga: Jangan Sampai Uang Menjadi Pemicu Keretakan Silaturahmi! Pertimbangkan Hal Ini Sebelum Meminjamkan Uang Saat Lebaran)
Baru ia mengerti, seraya mengatakan bahwa yang harus disebut ialah 'Eidul-Mubarak. Kemudian la bertanya lagi mengapa harus repot-repot, karena Idul-Qurban-lah yang lebih penting dirayakan.
Sahur bakso bola tenis
Ketika itu saya tinggal bertiga. Bulan-bulan Ramadan waktu itu jatuh pada musim dingin. Untuk membuat makanan hangat menjelang sahur rasanya sangat memberatkan.
Maka untuk makan sahur, hanya air minum dan nasi saja yang kami hidangkan panas-panas. Lauknya kami ikutkan menjadi panas di dalam nasi.
Satu kali, salah seorang kawan saya ada yang berbaik hati membuat sop bakso. Baksonya dibuat dari daging cincang. Betapa gelinya ketika saya bermaksud menyendok bakso itu.
Di dalam panci terdapat tiga bakso. Rupanya, untuk mudahnya kawan saya itu membagi 1 pon daging cincang menjadi tiga bagian yang sama besar, dan kemudian mengubahnya menjadi tiga butir bakso.
Jadi boleh dikata, bakso bola tenis tidak diciptakan orang Indonesia di Senayan, melainkan di Raleigh, AS, pada awal tahun-tahun enam puluhan.
Keadaan seperti itu masih tertahankan buat kami. Yang merasuk nyeri dalam kalbu ialah rasa kehilangan suasana kehangatan yang biasanya terjalin antara sesama anggota keluarga.
Baru setelah pulang ke Indonesia, dan kemudian memimpin keluarga yang terdiri atas anak- istri, saya dapat menyadari rasa kehilangan yang melanda setiap orang Indonesia yang harus merayakan Lebaran sendirian, jauh dari tanah air.
Di Indonesia, selama sebulan penuh seisi rumah selalu berusaha berbuka puasa dan makan sahur bersama. Salat isya' selalu dapat kami lakukan berjamaah, dilanjutkan salat tarawih.
Saat kami anak-beranak serta seluruh penghuni rumah lainnya saling bersalam-salaman sangat tidak ternilai maknanya.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR