Intisari-Online.com - Muhamad Bola, warga Desa Rangga Solo, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), menantang anak dan menantunya melakukan sumpah terkait gugatan mereka di Pengadilan Negeri Raba Bima.
"Dari awal saya sudah minta anak dan menantu saya sumpah pocong. Saya juga siap disumpah. Saya enggak takut, karena itu tanah saya,” ujar Muhamad ketika ditemui di Pengadilan Negeri Raba Bima saat menghadiri sidang, Rabu (14/6/2017).
(Baca juga: Masih Ingat Kasus Anak yang Gugat Ibu Kandungnya Sebesar Rp1,8 Miliar? Ini Putusan Pengadilannya)
Pria 74 tahun itu digugat anak kandungnya, Jahari dan menantunya, Arsad Sulaiman sebesar Rp216 juta. Selain digugat secara materil, sang ayah juga dituntut agar angkat kaki dari lahan yang kini telah ditempatinya sejak puluhan tahun silam.
Saat menghadiri sidang lanjutan pembacaan pembelaan dari tuntutan penggugat yang digelar, Rabu (14/6/2017), Muhamad didampingi dan dituntun tiga anaknya yaitu Rukmini, Farid dan Yusran.
Dalam sidang kali ini, kakek usia lanjut itu mengaku sudah mempersiapkan kain kafan. Kain kafan itu sengaja ia bawa dari rumahnya ke pengadilan sebagai bentuk keseriusannya menantang sang anak dan menantunya tesebut.
Namun karena anak dan menantunya tidak hadir dalam persidangan yang digelar sekitar pukul 15.22 Wita itu, dia pun tidak jadi meminta hal tersebut.
(Baca juga: Ibu Tua Renta Digugat Anak kandung Rp1,8 Miliar, Bupati Purwakarta Pun Menangis)
"Ini kain kafan, sengaja saya bawa dari rumah buat sumpah pocong di ruang sidang. Nanti saya minta kepada Pak Hakim. Kalau diizinkan, mereka harus siap sumpah. Kalau anak dan menantu saya berani, masalah saya anggap sudah selesai. Tanah saya ikhlaskan semua untuk mereka,” katanya.
Dia menyebutkan, tanah obyek sengketa yang telah dijadikan tempat tinggalnya itu telah dikuasainya sejak puluhan tahun.
Bahkan tahun lalu, dirinya sudah membagikan tanah seluas 1.564 meter persegi itu kepada empat anaknya.
Saat dibagikan juga disaksikan oleh Arsad sebagai penggugat.
“Tanah itu sudah saya bagikan ke semua anak-anak. Untuk adiknya masing-masing 700 meter persegi. Sementara Jahari, 800 meter persegi. Dia memang dapat banyak, ketimbang adiknya tiga orang, Rukmini, Farid dan Yusran,”sebutnya.
Saat dibagikan, kata Muhamad, anak dan menantunya tidak ada yang keberatan. Namun belakangan, penggugat meminta tambahan jatah.
“Anak saya (Jahari) juga lapor saya ke kantor desa. Dia keberatan dan ingin mengambil semua tanah itu. Oleh suaminya, mengajukan gugatan ke Pengadilan bahwa tanah itu milik mereka. Padahal, tanah ini sudah lama saya kuasai, sudah ada SPPT dan DHKP, atas nama saya,” ucapnya.
Menurut dia, pihak keluarga sudah sering melakukan mediasi untuk menyelesaikan permasalahan itu secara kekeluargaan. Namun, penggugat tetap ngotot melanjutkan perkara ini sampai ke Pengadilan.
“Bahkan kepala dusun dan kepala desa sudah memediasi masalah ini, tapi tidak ada jalan baik. Harusnya kita ngomong baik-baik, jangan dibawa ke sini. Saya ini sudah tua, sakit lagi,” tuturnya.
Kendati demikian, dia mengaku siap mengikuti proses hukum di Pengadilan walau dengan kondisinya yang tidak memungkin lagi untuk hadir karena faktor usia.
Terlebih dua tahun terakhir ini dirinya menderita prostat.
“Sebenarnya saya sudah enggak kuat lagi. Kaki dan tangan sudah terasa mati, susah sekali berjalan. Capek juga saya dibawa ke sini terus. Tapi mau bagaimana lagi, sudah terlanjur dilaporkan, saya ikuti saja. Biarkan mejelis hakim yang memutuskan," ucapnya.
Dalam kasus perdata yang melibatkan antara orangtua dengan anak kandung dan menantu ini sudah empat kali disidangkan.
Sidang lanjutkan akan digelar Rabu pekan depan dengan agenda memperlihatkan buti-bukti.
Sementara itu, penasihat hukum penggugat Arifudin SH mengaku tetap melanjutkan perkara tersebut sampai mendapat ketetapan hukum atas perkara yang sedang ditanganinya.
“Pokonya, bukti-bukti sudah kita siapkan. Seperti apa buktinya, nantilah, kita akan perlihatkan dalam sidang berikutnya,” kata Arifudin.
(Syarifudin)
Artikel ini sudah tayang di kompas.com dengan judul “Digugat Anaknya, Bapak 74 Tahun Ini Bawa Kain Kafan ke Pengadilan”.