Mulai dari punggung, kemudian turun ke seluruh permukaan kakinya, penuh dengan tato bermotif “kala”, merujuk pada “kalajengking”. Secara visual, gambar itu tidak mirip kalajengking umumnya. Sebab dalam mitologi Dayak, makhluk hidup seperti manusia, naga, dan kalajengking berwujud unik dan tidak mirip bentuk yang nyata.
Di masa mudanya, Apai Agong memulai perantauan ke Sekadau untuk bekerja sebagai penyadap karet. Untuk mengabadikannya, sebuah tato dirajah di pantatnya.
Setelah mengantongi cukup uang, terbersit keinginan untuk berkunjung ke Kota Pontianak, ibu kota provinsi. Berangkatlah dia bersama seorang kakak tertua, akak tuai dalam bahasa Iban, bernama Nyambot, dan dua teman sekampung bernama Tapang dan Ijam.
Baca Juga : Cristiano Ronaldo Tak Mau Punya Tato, Alasannya Menyentuh Hati
Di kota itu tatonya bertambah, yakni di kedua belah pahanya. Ia tinggal di ibukota provinsi itu selama empat atau lima bulan.
Suatu hari saat masih menikmati pelancongan di Kota Khatulistiwa, sebuah keberuntungan menghampiri Apai Agong dan teman-temannya. Sewaktu mereka singgah di sebuah warung, datang seorang laki-laki yang tampak kebingungan.
“Orang itu dari Jakarta. Samsudin dia punya nama, sedang mencari iparnya di Pontianak. Setelah bertemu iparnya, dia kehabisan uang dan tidak bisa kembali ke Jakarta. Kami berempat diajak ke Jakarta. Uang kami masih cukup untuk menalangi ongkos kapal,” tutur Apai.
Dari Pontianak ke Jakarta, mereka naik Kapal Laut Tosari dengan harga tiket Rp25 untuk enam orang. Masa itu harga kopi hanya belasan sen satu cangkir. “Nam urakng kami ke sana pakai kapal, piak meh,” ucapnya dengan dialek khas Dayak Iban yang selalu terselip dalam perkataannya.
Baca Juga : Makna 5 Tato di Tubuh Conor McGregor: Ternyata Ada yang Pakai Huruf Arab di Kaki tapi Ia Tak Bisa Membacanya
“Kami berenam berangkat ke Jakarta naik kapal laut.” Dua hari dan tiga malam lamanya waktu pelayaran.
Bung Karno bertanya soal ekor
Sesampai di Jakarta baru diketahui ternyata orang yang mereka bantu itu keluarga seorang camat. Mereka tinggal di dekat kawasan Pasar Senen. Pak Camat membantu mengurus surat untuk masuk ke Istana Kepresidenan.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR