Advertorial
Intisari-Online.com – Kita sering mendengar keangkeran Sungai Mekong. Tanggal 22 Juni yang lalu (tulisan ini dimuat di Majalah iIntisari edisi September 1974) kapal yang ditumpangi sdr Poedjo Poernomo diroket oleh Khmer Merah di sini sehingga lantainya berlubang tidak kurang dari 98 buah.
Kapten kapal yang berasal dari Manado sampai mendaftarkan diri jadi pilot bayaran untuk membalas dendam. Sdr. P. Poernomo menceriterakan pengalamannya, dalam tulisan Dihujani Rocket Khmer Merah di Sungai Mekong.
Blub … gelegar, mulailah kiri kanan kapal dibombardir AU Kamboja yang pesawatnya sudah mulai mendekat. Membumbung ke angkasa menukik dan terdengar dentuman memecah bumi. Asap hitam mengebul, hutan terbakar dan bumr terasa bergetar.
Konvoi maju dan berusaha menerobosnya. Di muka SS Hayan tampak mengawal beberapa gun boat. Di tikungan Mekong yang patah berdesingan beberapa roket yang jatuhnya beberapa meter dari SS Hayan.
Baca Juga : Makan Tikus Hidup untuk Bertahan, Berikut Lima Kengerian Rezim Khmer Merah Kamboja
Air menyembur ke atas disertai ledakan yang dahsyat. Baju anti peluru dan topi baja sudah dipakai. Perwira pilot dan jurumudi yang bertugas tampak gagah dan serem seperti tentara Amerika akan mengadakan operasi berat.
Jimat-jimat dikeluarkan, ada yang memakai kalung seperti ular belang melilit leher, ada lagi yang membakar kertas merah bertuliskan huruf Cina. Terutama crew Kamboja hampir semua menunduk memanjatkan doa.
Balasan yang hebat dari gun boat pengawal memuntahkan bertubi-tubi peluru roket kaliber 105 mm. Asap hitam menutupi daratan, di sana sini rentetan senjata-senjata berat dimuntahkan dari moncongnya. Meriam 12,7 mm hanya terdengar seperti suara mercon yang beruntun ditelan oleh dahsyatnya dentuman roket.
Seperti dalam film
Baca Juga : Khmer Merah yang Ingin Dirikan Negara Komunis Radikal Justru Digulingkan Vietnam yang Pernah Membantunya
Penghadangan Khmer merah sungguh tangguh. Mereka menang karena berlindung diantara hutan-hutan belukar. Menembakkan kanon roket kaliber 75 mm yang punya daya jangkau sejauh 6 km.
Menghajar konvoi kami dari jarak kurang dari 500 m dari sisi kiri dan kanan sungai Mekong. Peluru berhamburan jatuh ke air dan terbang mendesing lewat di atas kapal seperti pesawat pemburu.
Kapal kami maju dengan semaksimumnya melewati pelor-pelor senjata ringan yang jatuh seperti hujan bersiutan. Apa yang saya saksikan dalam film kini saya saksikan sendiri. Gun boat pengawal sangat lincah bergerak ke sana ke mari sambil menghindari roket.
Tanah terbongkar seperti letusan gunung api dan asap hitam menutupi sasaran. Asap putih dari mesiu mulai menutupi, pemandangan di muka, sebagian seperti kabut menerobos celah-celah lobang anjungan.
Baca Juga : Tragisnya Kisah Pangeran Sihanouk yang Kelima Anaknya Dibantai Khmer Merah Pimpinan Pol Pot
Satu dua roket mulai berhasil mengenai sasaran. Di muka SS Hayan terlihat sebuah peluru roket menghujam di badan kapal. Peluru lainnya menghantam anjungan SS Nguon Khim dan menjebol benteng pertahanannya.
Sebuah lagi mengenai buritannya dan asap mulai mengepul. Ternyata SS Nguon Khim terbakar hingga kami yang melihatnya menjadi break down.
Jam 12.32 ....... gelegar, giliran kapal kami. Kapal berguncang hebat dan pasir bertebaran masuk anjungan. Sampai 5 kali kapal berguncang disertai suara gemuruh seperti petir menyambar. Tiada yang berani keluar dalam hujan peluru untuk melihat bagian kapal yang kena roket.
SS Nguon Khim terhuyung-huyung dan belakangan baru kami ketahui bahwa pilot sudah memerintahkan crewnya untuk meninggalkan kapal. Kemudian Nguon Khim dilarikan ke tempat yang aman agar bebas dari sasaran tembakan.
Baca Juga : Ketika Perang Vietnam, Benarkah Gerilyawan Viet Cong Takut Kegelapan?
Tiga orang berusaha memadamkan api dan tak lama kemudian ex anak buahnya bisa naik ke kapal lagi. Sungguh berat tikungan Mekong karena tidak sedikit korban dan air mata yang jatuh di kelokan maut itu.
Di sana tampak 2 bangkai kapal- tenggelam pertanda bagi mereka yang dikalahkan. Di pinggiran bangunan yang telah haricur, kapal berlabuh dan semua crew keluar dari persembunyiannya untuk memeriksa keadaan kapal.
Di belakang kira-kira 1 1/2 mil terdengar duel antara Khmer merah yang menghajar kapal-kapal yang masih tertinggal dari konvoi.
Kabel sebesar ibu jari jadi potongan kecil-kecil
Lambung kiri kapal kami Tusak berat. Peluru roket 75 mm merobek dinding baja setebal 7 mm dan menjebol membuat lobang bergaris tengah 75 cm. Dua lobang menganga dengan jarak hanya 50 cm.
Dalamnya sebuah kamar hancur berantakan, kepala roket dan selongsongnyayang seperti roda mengeram di dalamnya. Dinding kayu ditembus dan keluar menjebol dinding besi baja dan terus meriembus dinding salon makan perwira.
Begitu ganasnya pecahan roket masih ada yang sempat masuk pantry (tempat simpanan makanan) dan memecahkan sebagian perabotan. Pecahan yang ke atas menyobek lantai besi dek atas dan menghancurkan kabel-kabel listrik sebesar ibu jari menjadi potongan kecil-kecil.
Pecahan ke samping merusakkan satu kamar lagi dan merusak tangga utama dan tangga ke geladak atas. Kaca-kaca dan larripu lambung kiri pecah berantakan dan dinding kamar-kamar sepanjang 8 meter hangus terbakar dan catnya mengelotok.
Tidak kurang dari 98 lobang pada lantai, dinding besi, dan kayu yang bergaris tengah antara 3-5 cm. Di haluan pada lambung kiri sedikit di atas garis air, bolong sebesar kepala bayi. Lobang cepat ditutup dengan kain.
Sampai di Phnom Penh selongsong roket masih mengeram dan membakar karung-karung beras sekitarnya. Dua peluru roket yang lain menghantam karung-karung berisi pasir tapi tidak mempan dan membal di situ.
SS Nguon Khim menderita kerusakan berat, badannya penuh bolongan pecahan roket. Port Sun II sebagian hangus terbakar dan seorang korban diturunkan ke dalam gun boat tentara untuk dilarikan ke RS militer terdekat.
MV Ping Peng menganga lebih lebar dari Adriana pada lambung sebelah kiri. SS Hayan agak mujur karena larinya paling unggul musuh tidak sempat bekerja lebih banyak, hanya standard kompasnya terbang disambar desingan roket..
Baca Juga : Viral Tentara Vietnam Gunakan Pembalut Sebagai Alas Sepatunya
Setelah istirahat satu jam diteruskanlah ke daerah yang tidak pula kalah gawatnya. Di bawah cuaca yang buruk, hujan lebat dan angin kencang hingga pemandangan tidak jelas. Badan kapal terasa berguncang dan menjadi miring hingga kemudian tak terkendali dan mengira kapal bocor akan tenggelam.
Semua menjadi tegang. Temyata MV Port Sun II mungkin karena kebingungan menubruk Adriana pada lambung kiri hingga menjadi peyot.
Ikut menembak
Jam 10 malam tibalah di Khmer. Seperti hari raya saja tampaknya karena penyambutan, kembang api, mercon berdentuman. Ternyata bukannya pesta tapi berkecamuknya perang saudara yang tak habis-habisnya.
Pemandangan pertama bangkai kapal yang tenggelam, jembatan megah yang hancur, bangunan yang rontok dan karung pasir membentengi gedung-gedung yang penting.
Baca Juga : Kalah dalam Perang Vietnam, AS Terpaksa Buang Puluhan Helikopter ke Laut, Kenapa?
Tentara yang kurang teratur dan entah berapa granat dan peluru yang dihamburkan setiap malam disekitar kapal. Kadang-kadang roket jatuh di siang hari bolong di tengah kota mengambil nyawa orang tidak berdosa.
Limabelas hari lamanya di Phnom Penh lama-lama menjadi kebal terhadap suasana perang. Dahulu saya ngeri melihat peluru atau senapan tapi sekarang dengan enaknya melemparkan granat dan menembakkan senapan.
Delapan hari menjelang kami mau meninggalkan Phnom Penh tepatnya 29 Juni, datanglah konvoi kedua. Berita lebih gawat lagi. Delapan kapal selamat, satu terbakar dan tenggelam.
Sore itu saya lihat beberapa pesawat terbang dan 7 heli melintas dengan cepat di udara ke arah neraka. Sungguh-sungguh pemboman yang hebat, jelas dapat dilihat dari meluncurnya roket seperti bola api yang membara bertubi-tubi.
Baca Juga : Tak Ada Tempat Latihan, Timnas U-23 Vietnam Terpaksa Latihan di Jalanan dan di Pabrik
Kapten penasaran
MV Bonanza III terbakar dan tidak bisa diselamatkan lagi. Semua crew ditolong gun boat, hanya seorang terpaksa diamputir kakinya dan diterbangkan ke negerinya, Thailand.
Terharu mereka bisa berkumpul kembali, sebab mereka adalah kawan-kawan lama dari Indonesia yang selamat dengan pakaian yang melekat di badan. Hanya sebagian kecil yang dapat membawa sedikit pakaian.
Kapten kapalnya Rudulf Alfonso dari Menado karena penasaran mendaftarkan diri menjadi pilot bayaran pada AU Khmer untuk membalas dendam terhadap kapalnya yang dijadikan bulan-bulanan. Tidak heran sebab dia adalah bekas pilot pesawat bayaran.
Tujuh Juli kami meninggalkan Phnom Penh dengan konvoi yang dikawal. Penghadangan masih terjadi tetapi tidak sehebat dulu. Di tikungan maut Bonanza III masih tidur dengan api, sedangkan isinya selain habis terbakar juga dirampok.
Kini 3 bangkai kapal menjadi saksi bisu bagi mereka yang dikalahkan. Perlahan-lahan konvoi meninggalkannya di sela-sela tembakan di mana kami masih sempat memberikan penghormatan.
Baca Juga : (Foto) 12 Foto Ini Menunjukkan Kehidupan Prostitusi Selama Perang Vietnam Tahun 1960-1970