Intisari-Online.com – Kita semua sudah mengenal Lambang Negara Republik Indonesia yang umum disebut sebagai Garuda Pancasila.
Tetapi mungkin hanya ada sedikit saja yang pernah memikirkan riwayat kejadian Lambang Negara ini.
Kapan tepatnya diciptakan? Siapa penciptanya? Kenapa yang dipilih justru lambang ini, bukan yang lain?
(Baca juga: Lima Butir Pancasila yang Kita Kenal Kini Ternyata Lahir di Bawah Pohon Sukun)
Cikal bakal Garuda
Di dalam Ruang Patriot Yayasan Idayu dalam Gedung Kebangkitan Nasional Jakarta, terlihat sebuah lemari kaca yang memamerkan beberapa rencana gambar dan sketsa lambang Garuda dan lambang lain yang agaknya menjadi cikal bakal dari lambang negara kita yang sekarang.
Gambar-gambar ini termasuk dalam koleksi peninggalan almarhum Prof. Muhammad Yamin almarhum.
Adanya koleksi pada peninggalan Yamin ini tidak mengherankan, karena sesudah terbentuknya negara Republik Indonesia Serikat (RIS) Muh. Yamin diangkat menjadi Ketua Panitia Lencana Negara, dengan anggota antara Iain Sultan Hamid II yang waktu itu masih menjabat menteri negara dalam kabinet RIS.
Di antara rancangan-rancangan itu ada meterai negara RIS berbentuk bundar tanpa Garuda.
Rencana itu diberi nania Matahari-Bulan atau Syams.yiah-r, Kamariah (Arab) atau Surya-Candra (Sansekerta).
Di tengah digambarkan matahari terbit dengan lima sinarnya, yang melambangkan sumber kodrat Allah, yang menurunkan kebahagiaan kepada tanah air dan bangsa Indonesia. Ialah pemerintah yang berdasarkan Pancasila.
(Baca juga: Menurut Survei, Mayoritas Masyarakat Inginkan Demokrasi Pancasila Jadi Perekat Bangsa)
Bulan sabit yang menyerupai tanduk banteng lambang perjuangan rakyat Indonesia. Tujuh garis di air adalah tujuh kepulauan Indonesia. Dua pohon kelapa berarti kemakmuran Indonesia di darat dan di laut.
Setia kepada kebiasaan kuno, gambar ini menghasilkan candrasangkala (khronogram) yang berbunyi "Matahari dilingkari kelapa dan bumi atau bulan menunjukkan tahun 1881 Saka atau 1949 Masehi."
Rancangan lain yang mirip dengan ini mempunyai lingkaran luar dengan tulisan Republik Indonesia Serikat dengan gambar kepala banteng en profile (dari samping), di atasnya matahari terbit bersinar tujuh dan pohon kelapa di tengah-tengahnya.
Rancangan Iain yang terlihat dalam koleksi ini menokohkan figur Garuda dan sudah agak mirip-mirip dengan lambang negara kita.
Di dalam lingkaran sebelah atas tertulis dengan huruf latin Republik Indonesia Serikat, Burung Garuda berdiri atas sebuah bantalan bunga teratai (padma).
Kepala Garuda ini digambarkan menurut contoh-contoh klasik dari candi atau pahatan lain, yakni kepala burung dengan rambut ikal.
Tangan Garuda memegang perisai yang terbagi menjadi empat bidang. Di tengah perisai ada garis melintang yang menggambarkan khatulistiwa.
Pada perisai terlihat gambar Banteng (lambang kekuatan, keberanian, keuletan), yang kedua (menurut arah jarum jam) pohon beringin (kekuatan hidup), tiga batang padi lambang kemakmuran dan akhirnya keris, lambang keadilan.
Rancangan yang mirip dengan gambar di halaman 6 kiri atas juga berbentuk bundar dengan Garuda di atas bantalan teratai. Hanya perisai itu tak nampak jelas bahwa dipegang oleh Garuda, sebab hanya kelihatan jari kedua tangannya, sedikit menyembul di atas perisai.
Garuda memakai makota, kalung, dan anting-anting, sayapnya mengarah ke bawah. Di tengah perisai terbagi empat atau masih ada tambahan suatu perisai kecil bergambar banteng.
Gambar di dalam perisai adalah batang padi, pohon beringin, batang padi, dan keris. Tulisan dengan huruf Arab-Melayu berbunyi “Republik Indonesia Serikat”.
Lebih jauh dalam koleksi ini, terdapat sebuah foto menarik yang merupakan reproduksi dari suatu lukisan berwarna rancangan lambang negara.
Rancangan ini mirip sekali dengan lambang negara kita yang sekarang, sehingga boleh dikatakan merupakan nenek moyangnya yang langsung.
Perbedaan terlihat pada bentuk kepala Garuda yang masih dipengaruhi oleh konsep klasik, berjambul dan bulu kepalanya memperlihatkan ikal-ikal kecil.
Tubuh bagian atasnya masih berbentuk tubuh manusia, terutama bahu dan lengannya yang memegang perisai. Hanya bulu ekornya berjumlah tujuh, bukan delapan seperti sekarang.
Jumlah bulu besar pada masing-masing sayapnya sudah berjumlah 17. Garuda ini mencengkeram pita yang bertuliskan seloka Bhinneka Tunggal Ika.
Tujuh bulu ekor
Mungkin sekali rancangan ini merupakan yang terakhir hasil kerja Panitia Lencana Negara sebelum diajukan ke Presiden.
Dalam catatan di dalam koleksi Yamin rancangan ini telah dipersiapkan di istana Gambir dalam rapat Panitya Lambang Negara bersama PYM Presiden dan YM Sultan Hamid pada tanggal 8 Pebruari 1950.
Bulu ekor yang berjumlah tujuh itu ada pula penjelasannnya dalam nota Yamin itu: "Angka 7 menyatakan kesempurnaan tata negara, seperti semenjak beribu-ribu tahun telah lazim pada peradaban Indonesia.
Misalnya Saptarajppa (Ramayana); Saptaraja (Sundayana), Saptaprabhu (Majapahit), Krdengpitu (Makasar), Raja nan tigo selo basa ampek balai (Minangkabau).
Tidak ada keterangan lebih lanjut dalam naskah-naskah itu kapan tepatnya lambang negara itu mengalami perubahan-perubahan terakhir dan siapa yang menentukan diterimanya bentuk finalnya.
Pada sidang perdana Dewan Perwakilan Rakyat RIS tanggal 20, Februari 1950 Lambang Negara yang sudah sama bentuknya dengan yang sekarang terpampang di atas panggung.
Jadi pada waktu , itu Garuda Pancasila kita telah memperoleh bentuknya yang final.
Penetapannya sebagai Lambang Negara yang resmi dituangkan dalam peraturan Pemerintah no. 66 tahun 1951 yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Oktober 1951, tetapi masa berlakunya mulai dari tanggal 17 Agustus 1950.
Jadi siapa sebenarnya pencipta Lambang Negara kita sampai sekarang tidak diketahui. Memang ada suatu Panitia Lencana Negara, tetapi nama-nama anggotanya tidak kita ketahui.
Yang disebut-sebut hanyalah Mr. Muh. Yamin dan Sultan Hamid II. Juga berapa banyak saham almarhum Presiden Soekarno tidak diketahui (Swd)
(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Agustus 1980)