Intisari-Online.com – Ketika Intisari lahir, di Yordania memerintah Raja Hussein yang saat itu belum genap berusia 28 tahun. Tahun 1963 itu ia sudah memerintah selama 11 tahun.
Ketika Hussein berumur 15 tahun, ia diajak kakeknya, Raja Abdullah, 69, untuk salat Jumat di Masjid Al-Aqsa, di bagian Kota Yerusalem yang waktu itu termasuk wilayah Yordania.
(Baca juga: Paus Fransiskus Dukung Palestina Merdeka (1): Paus Datang Langsung dari Yordania)
Di luar kebiasaannya, raja bersikeras agar cucunya mengenakan seragam militer lengkap dengan medali-medalinya.
Baru beberapa langkah memasuki masjid, raja yang sudah 30 tahun bertakhta itu, tiba-tiba ditembak oleh seseorang dari jarak dua meter.
Raja terkapar sementara orang-orang sekelilingnya lari menyelamatkan diri. Hussein tertegun sejenak, lalu dengan geram mengejar pembunuh kakeknya.
Pengawal-pengawal raja mengepung penembak itu. Dalam keadaan terpojok, ia menembak Hussein. Hussein terhuyung-huyung, tetapi tidak tewas. Ternyata peluru mengenai salah satu medali di dadanya dan memantul.
Peristiwa langka itu terjadi pada 20 Juli 1951. Hussein yakin, Mesir bertanggung jawab atas peristiwa pembunuhan itu.
Soalnya, Raja Abdullah seperti halnya Raja Hussein, tidak selalu sepakat dengan para tetangganya seperti Mesir, Suriah, dan lain-lain.
Raja Abdullah digantikan oleh putranya, Talal. Namun Talal menderita schizophrenia, sehingga setahun kemudian digantikan oleh Hussein, yang dinobatkan pada 2 Mei 1953, saat umurnya genap 18 tahun.
(Baca juga: Khaibar-1, Roket Hamas yang Bisa Menjangkau Yordania)
Sebelumnya, Hussein sempat bersekolah di Victoria College di Iskandariah, Mesir, dan kemudian di Harrow, sekolah menengah yang termasyhur di Inggris. Sebagai Raja Yordania, Hussein digembleng di Akademi Militer Sandhurst di Inggris.
Musuh dalam selimut
Tahun 1958 merupakan tahun yang penuh cobaan bagi Hussein. Sepupunya, Raja Faisal II dari Irak, dibantai bersama seluruh keluarganya.
Seperti Hussein, ia termasuk keluarga Hasmit yang berasal dari Mekah. Tiga bulan kemudian, 10 November, pesawat pribadi yang dikemudikannya menuju Eropa, dikepung Mig 17 buatan Rusia milik Suriah.
Padahal mereka sudah mendapat izin lewat di atas Suriah. Berkat manuver-manuver yang sulit dan berbahaya, pesawat Hussein lolos.
Tanggal 29 Agustus 1960, P.M. Yordania dan 12 orang lain tewas akibat bom yang meledakkan kantor mereka. Raja mendapat bisikan agar jangan tidur di istana, karena dalam lingkungan istana ada orang yang diupah oleh negara tetangga untuk “menghabisinya”.
Siapa orang itu tidak diketahui.
Hussein pun menginap di sebuah rumah dekat kantornya, yang terletak di taman kerajaan. Istana dijaga ketat, begitu pula dapur tempat makanan raja dimasak. Hussein meminta diambilkan pakaian dan obat tetes untuk melegakan hidungnya yang menderita sinusitis.
Ketika obat itu akan dipakai, beberapa tetes obat jatuh ke wastafel. Cairan itu mendidih dan lapisan chrome pada wastafel mengelupas. Rupanya ada orang dalam menukar isi botol itu dengan asam yang sangat kuat.
(Baca juga: 14 Aturan Kerajaan Inggris yang Ratu Elizabeth II sekalipun Tidak Boleh Melanggarnya, Nomor 1 Cukup Aneh)
Bangkai kucing berserakan
Almarhum Raja Abdullah seorang pencinta kucing, sehingga jumlah kucing di taman Istana Basman tidak terhitung. Suatu hari Hussein menemukan tiga bangkai kucing di taman.
Dikiranya hewan itu mati kelaparan. Orang yang disuruhnya mengubur kucing merasa heran. Kemarin di tempat yang sama ia menemukan enam bangkai kucing. Sehari sebelumnya di situ ada tujuh bangkai kucing. Mereka curiga binatang-binatang itu diracun.
Agen kontraspionase Yordania di Beirut memberi info bahwa pihak Suriah belum lama berselang menghubungi pembantu koki istana bernama Ahmad Na’nan. Ternyata Ahmad Na’nan, yang bukan ahli racun, mencobakan dulu racun pada kucing-kucing, untuk mengetahui dosis yang bisa mematikan raja!
Raja senang bepergian secara incognito. Suatu sore, ia mengemudikan mobilnya ke Hummar. Di perjalanan, ia menemukan mobil Buick pamannya, Sherif Nasser, tersuruk ke selokan.
Pamannya kelihatan tegang, karena baru saja ditembaki. Mobil ditembusi sembilan peluru. Penyerangnya kabur setelah ia balas menembak dua kali. Buick itu sama persis dengan mobil yang biasa dikendarai raja.
Itu cuma sebagian dari sedikitnya 18 kali percobaan pembunuhan terhadap Raja Hussein. Namun ia tidak gentar. “Kalau Allah menghendaki saya mati, barulah saya mati,” katanya.
Pahlawan perang
Sejak masih muda sekali Raja Hussein sering bepergian sambil menyamar. Ia menyamar jadi supir taksi supaya bisa mendengarkan keinginan rakyat dan pendapat mereka tentang raja.
Rakyat ternyata hanya ingin hidup damai, bisa bekerja dengan tenteram untuk mencapai kemakmuran, dan bisa tenang beribadah supaya bisa masuk surga.
Namun desakan para tetangga, entah itu Israel maupun negara-negara Arab membuat kedudukan Yordania serba sulit.
Perbatasan Yordania dengan Israel paling panjang dibandingkan dengan negara-negara lain. Karena itu Hussein lebih memilih menjaga perdamaian.
Ketika Perang Arab-Israel pecah tahun 1967, demi kesetiakawanan pada negara-negara Arab lain, Yordania menyerang Israel dan memberi perlawanan paling hebat.
Hussein adalah satu-satunya pemimpin negara Arab yang turun ke garis depan. Dalam perang enam hari itu, selama tiga hari tiga malam dia mengendarai jip terbuka untuk memberi semangat kepada tentaranya.
Sayang sekali angkatan udaranya dihancurkan Israel dan tiga perempat dari jumlah tanknya musnah. Yordania juga kehilangan Tepi Barat. Hussein pulang dengan mata cekung dan dagu tidak bercukur.
Raja berumur 31 tahun yang wajahnya semula kelihatan muda, sekarang penuh kerut-merut. Rambutnya cepat menjadi kelabu, walaupun tubuhnya tetap atletis.
Kalau tadinya raja yang bertubuh kecil itu dikatai “tiran kerdil” oleh Suriah dan “pengkhianat dunia Arab” oleh Presiden Gamal Abdel Nasser dari Mesir karena lebih suka menjaga perdamaian daripada berperang, maka kini Suriah berhenti memaki-makinya dan Nasser memujinya.
Yordania yang di bawah pemerintahan Hussein mulai makmur, menjadi morat-marit akibat perang. Hussein merupakan satu-satunya kepala pemerintahan yang memberi keleluasaan kepada para pengungsi Palestina untuk mendapat pekerjaan di negerinya.
Namun pengangguran yang semula 14% membubung menjadi 25%. Pengungsi Palestina sudah lama berdatangan ke Yordania dan jumlah mereka menjadi dua kali lipat orang Beduin penduduk Yordania sendiri.
Hussein harus bergulat membangun industri dan infrastruktur di negaranya, juga menyediakan sarana kesehatan dan pendidikan. Dalam hal ini ia tegas dan hasilnya nyata walaupun perlahan.
Menikah empat kali
Ketika Hussein belum genap berusia 20 tahun, ia dinikahkan dengan sepupu jauhnya, Sharifa Dina dari Mesir, yang enam tahun lebih tua. Dina lulusan Universitas Cambridge Inggris yang kemudian menjadi dosen Universitas Kairo.
Pernikahan mereka cuma bertahan kurang dari dua tahun (1955-1957). Mereka mempunyai anak, Putri Alia (1956).
Empat tahun kemudian, 1961, Raja Hussein menikah dengan pilihannya sendiri, seorang gadis Inggris bernama Antoinette (Toni) Avril Gardiner, putri seorang perwira Inggris yang ditugaskan di Yordania.
Toni kemudian diberi nama Putri Muna. Mereka mempunyai anak Abdullah (1962), Faisal (1963), dan putri kembar Aisha dan Zein (1968). Abdullah kemudian menggantikan Hussein sebagai Raja Abdullah II.
Faisal menjadi letnan jenderal sedangkan Aisha menjadi brigadir jenderal, sebab putri cantik ini pun lulusan Sandhurst, seperti beberapa saudara laki-lakinya.
Pernikahan Hussein dengan Putri Muna bertahan 10 tahun, lalu Muna diceraikan dan tinggal di Washington, AS, walaupun mereka tetap berhubungan baik.
Setahun kemudian Raja Hussein menikah dengan Alia Toukan, seorang wanita Palestina. Apakah ini untuk mengambil hati orang-orang Palestina di Yordania yang jumlahnya dua kali lipat orang Beduin dan seakan-akan merupakan negara di dalam negara?
Ataukah memang karena cinta? Yang jelas, Alia diberi gelar ratu. Mereka mempunyai dua anak: Haya (1974) yang kemudian menikah dengan Kepala Negara Dubai, dan Ali (1975).
Mereka juga mengangkat seorang anak perempuan, Abir Muhaisen. Ratu Alia tewas dalam kecelakaan helikopter di Amman 1977 dan namanya diabadikan untuk bandara internasional Yordania.
Tahun berikutnya Hussein menikah dengan Lisa Najeeb Halaby, wanita Amerika keturunan Arab, lulusan Universitas Princeton. Mereka mempunyai anak: Hamzah (1980), Hashim (1981), Iman (1983), dan Raiyah (1986).
Istri keempat ini diberi gelar Ratu Noor dan mendampingi Hussein sampai ajal menjemputnya tahun 1999 lewat penyakit kanker getah bening.
Ganti putra mahkota
Menurut konstitusi tahun 1952, putra mahkota mestinya putra raja. Namun, karena keadaan tidak aman pada tahun 1960-an, Hussein mengangkat adiknya, Pangeran Hassan yang sudah dewasa, menjadi putra mahkota.
Tiga puluh empat tahun lamanya Hassan menyandang gelar itu. Lalu menjelang ajalnya, 24 Januari 1999, Hussein secara resmi menunjuk putra sulungnya, Abdullah, untuk menjadi penggantinya.
Sementara itu, Pangeran Hamzah, putra Hussein dari Ratu Noor diangkat sebagai putra mahkota bagi Abdullah.
Raja Hussein yang dijuluki Al-Malik Al-Insan, Raja yang Penyayang, meninggal 7 Februari 1999, setelah 47 tahun memerintah. Ia dimakamkan keesokan harinya dengan mendapat penghormatan besar dari rakyatnya, dan juga dari seluruh dunia, termasuk dari PBB.
Putra sulungnya menjadi raja dengan nama Abdullah II. Saat itu Abdullah berumur 37 tahun. Seperti ayahnya, ia lulusan Sandhurst dan sejak 1998 berpangkat mayor jenderal.
Ia pernah menuntut ilmu di pelbagai perguruan tinggi, seperti di Georgetown University di AS dan belajar mengenai masalah Timur Tengah selama setahun di Oxford University di Inggris.
Tahun 1993 Pangeran mempersunting seorang gadis cantik yang kini dikenal sebagai Ratu Rania. Mereka mempunyai empat anak: Hussein (1994), Iman (1996), Salma (2000), dan Hashem 2005.
Raja Abdullah II berusaha keras meningkatkan ekonomi rakyatnya. Perumahan rakyat dibangun dan sarana kesehatan mendapat banyak perhatian.
Raja juga memberi kebebasan lebih banyak kepada pers. Karena ia tentara, Raja Abdullah II melengkapi tentaranya dengan sarana dan senjata modern.
Pada tanggal 28 November 2004, Raja membatalkan jabatan putra mahkota dari adiknya berlainan ibu, Pangeran Hamzah.
Jabatan itu dibiarkan kosong sampai 2 Juli 2009, ketika Raja Abdullah II menunjuk putra sulungnya, Hussein yang baru berumur 15 tahun, sebagai putra mahkota.
Kita akhiri saja kisah Raja Abdullah II dengan satu peristiwa ringan: Ketika ibunya, Putri Muna diceraikan ayahnya, Pangeran Abdullah dengan ibunya dan saudara-saudaranya seibu sempat tinggal bertahun-tahun di AS.
Ia menjadi penggemar film Star Trek dan pernah muncul sekejap dalam Star Trek: Voyager, episode: “Investigations”.
(Seperti ditulis oleh Helen Ishwara, yang dimuat di Intisari edisi September 2013)