Mampukah Arab Saudi Menghilangkan Ketergantungannya Terhadap Minyak Bumi?

Bramantyo Indirawan

Penulis

Mampukah Arab Saudi Menghilangkan Ketergantungannya Terhadap Minyak Bumi?
Mampukah Arab Saudi Menghilangkan Ketergantungannya Terhadap Minyak Bumi?

Intisari-Online.com – Sebuah rencana reformasi dilakukan oleh Arab Saudi dengan nama Visi 2030 yang mengacu kepada diversifikasi strategi ekonomi pada 14 tahun kedepan. Hal tersebut dilakukan untuk menghilangkan ketergantungan mereka kepada minyak bumi yang berniat untuk mengembangkan berbagai sektor lain.Melalui visi tersebut mereka menjabarkan berbagai cara untuk mencapai target yang dapat terwujud dengan jenjang waktu 15 tahun. Berikut adalah rencana yang akan dilakukan Arab Saudi untuk menghilangkan ketergantungan dan beberapa penghambat proses tersebut.

Deputi Pangeran Mahkota Mohammed bin Salman mengatakan negaranya memiliki ketergantungan kepada minyak. Menurut aljazeera.com ekonomi Arab Saudi telah menderita akibat menurunnya harga minyak dengan defisit 98 milyar dolar di tahun 2015 dan estimasi defisit 87 milyar dolar di tahun ini. Seperti yang dilansir dari bbc.com dan Al-Arabiya, pemimpin negara tersebut mengatakan bahwa mereka dapat hidup tanpa minyak pada tahun 2020 melalui Visi 2030.

Reformasi yang dilakukan berupa:

1. Penjualan saham Aramco, sebuah perusahaan energi milik Arab Saudi sebanyak 5% dengan nilai sebesar 2,5 trilliun dolar Amerika Serikat. Sebagai perbandingan, 1% penjualan saham ke publik oleh perusahaan tersebut dapat menjadi yang terbesar dalam sejarah, mengalahkan Facebook dan Alibaba.

2. Beberapa pendapatan akan dialokasikan menuju pendanaan kesejahteraan oleh pihak kerajaan.

3. Langkah-langkah akan dilakukan untuk mendiversifikasi ekonomi termasuk investasi dalam tambang mineral dan memperluas produksi militer.

4. Partisipasi wanita dalam satuan kerja akan ditingkatkan

5. Sistem visa baru yang memperbolehkan ekspatriat Muslim dan Arab untuk bekerja lebih lama di Arab Saudi.

Seperti yang dilansir dari investopedia.com, Arab Saudi juga menginginkan peningkatan ekonomi dalam sektor privat dari 40% hingga 65%. Negara tersebut telah melalui ketergantungan kepada minyak bumi karena 90% dari seluruh keuntungan yang mereka dapat berasal dari sumber daya alam tersebut. Hal tersebut beserta tiga faktor lagi dapat menjadi penghambat bagi Arab Saudi untuk visi yang mereka rancang. Berikut adalah faktor-faktor tersebut:

1. Perubahan harga minyak

Perubahan tersebut dapat mempengaruhi rencana Arab Saudi untuk mengurangi ketergantungannya pada minyak bumi. Melihat kegagalan OPEC dalam mencapai keputusan untuk menghentikan produksi, harga minyak tetap berada di angka rendah dengan waktu berkepanjangan. Kenyataan menunjukkan bahwa penjualan minyak bumi yang seimbang menjadi kebutuhan negara tersebut sebagai pemasukan substansial.

2. Arab Saudi tidak memiliki pemasukkan substansial lainnya

Pemasukkan signifikan dengan penghasilan besar hanya didapatkan dari minyak bumi. Kegiatan seperti pertambangan tidak terlalu memberikan pemasukkan besar dan penggunaan uranium memiliki saingan besar seperti Amerika Serikat dan Australia.

3. Upaya Pengurangan Ketergantungan Arab Saudi Mempengaruhi Ekonomi Dunia

Bagaimana bentuknya? Dengan memperlambat perekonomian internasional. Mengapa bisa terjadi? Menurut IMF, pertumbuhan non-minyak di Dewan Kerjasama Teluk, dimana Arab Saudi menjadi salah satu anggota akan menurun sebesar tiga sampai tujuh persen di tahun 2017. Penurunan sebesar 0.9% dari tahun lalu yang diperkirakan akan meningkat hingga 3.25% di lima tahun kedepan. Selain itu aset bank akan memburuk apabila ekonomi non-minyak bergerak lambat hingga merusak keuntungan mereka walaupun kapital bank tetap kuat.

Lantas apakah Arab Saudi dapat bertahan dan menjalankan Visi 2030 dengan sukses? Asumsi dan informasi yang diberikan sebagai penghalang menempatkan mereka di tempat yang buruk pada lima tahnu kedepan. Asumsi sama yang dibuat negara tersebut muncul dalam rangka untuk menghilangkan ketergantungannya. Pada akhirnya kita akan melihat bagaimana perkembangan Arab Saudi menghadapi permasalahan ini.