“Itu menunjukkan bahwa si anak dekat dengan ayahnya, dan sang ayah percaya kepada buah hatinya.” Sayang, banyak orangtua menganggap hal seperti ini sepele.
Salah salah satu anggota baru perkumpulan itu, Abdullah, meyakini apa yang dikatakan Erdogan. “Imigran Turki di Jerman identik dengan kekerasan dan kriminalitas. Hal ini tak akan terjadi jika para remaja tumbuh didampingi ayah mereka,” katanya.
Baca juga: Makin Panas, Perancis Siap Bantu Turki Melawan Sanksi Amerika
Bahasa asing bernama cinta
Tak hanya terkait masalah anak, Erdogan juga berupaya mengajak para lelaki anggota kelompoknya untuk semakin menghormati istri dan mengumbar cinta mereka. Ia menjelaskan nihilnya ungkapan kasih sayang disebabkan pria Turki sering menganggap perempuan layaknya mesin yang tak punya hak beropini.
Selama menjadi psikolog, ia menemukan banyak pria Turki gagal menghargai pasangan. Salah satu contohnya, mereka tak mampu membedakan cinta dan seks, dua hal yang jelas-jelas berbeda.
“Banyak lelaki,” ia melanjutkan, “ingin perempuan berfungsi sesuai kebutuhan mereka sendiri, terutama dalam hal seksualitas.” Hal ini diperparah dengan banyaknya praktik kawin paksa antarsesama keturunan Turki, sehingga banyak pernikahan yang minim roman.
Tak heran, kekerasan dalam rumah tangga banyak ditemukan dalam komunitas ini. Meski tinggal di negara yang menjunjung feminisme, perilaku ayah kepada ibunya sering membuat pria Turki memiliki pandangan yang keliru tentang fungsi perempuan.
“Tradisi patriarkhi kerap menempatkan lelaki lebih tinggi daripada perempuan. Saya tak berkata bahwa tradisi itu jelek, tetapi bukan berarti kita tak bisa menyikapinya dengan lebih baik,” paparnya.
Apalagi, membangun keluarga butuh kerja sama kedua orangtua, bukan semata kewajiban perempuan. Sambil tersenyum, Erdogan melanjutkan, “Bagaimana Anda bisa mengajak perempuan bekerja sama kalau tidak menunjukkan cinta kepadanya?”
Seikat bunga di akhir pekan
Dan Dursun, 62 tahun, adalah “korban” dari eksperimen Erdogan mengajak para pria lebih sering mengungkapkan kasih sayang kepada istri. Tiga tahun lalu ia bercerita di depan anggota Kelompok Ayah dan Lelaki Turki tentang kegamangannya. Ayah tiga anak ini merasa semakin jauh dari sang istri. Erdogan pun memaksanya membelikan sang istri seikat bunga untuk ulang tahun pernikahan mereka.
Benar saja. Dursun kikuk bukan kepalang. Ia menyerahkan bunga kepada sang istri tanpa berkata apa pun.
“Saya tak tahu harus bilang apa,” akunya. Sang istri lantas tertawa dan menebak pastilah Dursun melakukannya karena disuruh oleh Erdogan.
Namun, kebiasaan itu rupanya ia teruskan. Selama tiga tahun terakhir, ia selalu membawakan seikat bunga untuk sang istri tiap akhir pekan.
“Saya tak bisa bersikap romantis, tapi setidaknya saya sudah berusaha. Istri saya tahu itu,” kata Dursun.
Dan memang itulah hasil yang ingin dicapai Erdogan; membuat pria semakin terbuka menunjukkan cinta kepada keluarganya. Saat ini sudah ada 11 perkumpulan Kelompok Ayah dan Lelaki Turki di Jerman dan Austria, lima di antaranya ada di Kota Berlin.
Semuanya dijalankan oleh para imigran Turki yang sempat menjadi anggota support group milik Erdogan, dibantu sejumlah pekerja sosial. Beberapa perkumpulan baru pun tengah direncanakan, demi menyediakan wadah bagi para imigran Turki untuk berbagi beban hidup mereka.
“Saya memiliki dua orang putri. Tak ada yang lebih membahagiakan bagi seorang ayah selain melihat putrinya dipersunting laki-laki yang tahu bagaimana cara membuat diri sendiri dan keluarganya bahagia,” pungkasnya.
Baca juga: Ekonominya Terpuruk, Turki Malah Balas Sanksi Ekonomi AS dengan 'Pukulan' ini
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR