Intisari-Online.com - Anda masih ingat peristiwa penumpang United Airlines yang dikeluarkan paksa itu?
Kabar mengenai peristiwa ini tersebar melalui media sosial berikut dengan cerita kronologisnya.
(Baca juga: Ilmu Maling Tempo Doeloe: Hilangkan Jejak dengan Buang Hajat di Rumah Korban)
Banyak komentar bermunculan, ada yang turut marah, kesal, dan bersimpati pada korban.
Namun tahukah Anda bahwa ada juga orang-orang yang justru menyalahkan korban saat itu?
Hal itu berarti, tidak semua orang memiliki pandangan yang sama terhadap sebuah peristiwa yang buruk.
Kasus lain seperti pemerkosaan misalnya, akan selalu ada orang yang menyalahkan perempuan yang diperkosa.
Karena menurutnya, mungkin saja perempuan itu diperkosa karena berpakaian yang mengundang nafsu, terlalu agresif, dll.
(Baca juga: Anggota Parlemen Malaysia: Agar Korban Hidup Lebih Baik, Pemerkosa Boleh Nikahi Korbannya)
Atau misalnya, seseorang yang ditabrak oleh supir mabuk di jalanan. Akan masih ada orang yang menyalahkan si korban yang tertabrak, karena kata mereka, seharusnya si korban tidak berjalan di malam hari dengan pakaian gelap.
Nah, kenyataannya di kehidupan bermasyarakat memang begitu. Ada orang-orang yang memaklumi pelaku dan mulai menyalahkan korban. Mengapa bisa begitu?
Sebuah riset yang dilakukan Laura Niemi, dari Harvard University, seperti yang dilansir di Psychologytoday.com, menyebutkan bahwa gambaran sistem sosial seseorang memang menentukan cara pandangnya dalam menilai korban dalam sebuah peristiwa.
Hal tersebut berdasarkan kepada penelitian terbaru mengenai Personality and Social Psychology yang dipublikasikannya bersama Liane Young dari Boston College.
Orang-orang yang terikat pada ikatan kesetiaan, ketaatan, keteraturan, dan kepatuhan pada kelompok sosial tertentu biasanya cenderung menyalahkan korban.
Sebaliknya, orang yang sistem nilainya berdasar pada kepedulian, nilai moral, dan keadilan pasti lebih bersimpati terhadap korban.
Korban biasanya disalahkan oleh mereka yang menghargai nilai-aturan-prinsip yang diterapkan dalam kelompok sosial di mana ia tumbuh dan terbentuk. Akhirnya nilai kelompok itu menjadi nilai yang dianutnya.
Jika kelompok sosialnya membentuknya menjadi pribadi yang menghargai nilai-aturan-prinsip lebih dari kepedulian/keadilan, maka jangan heran kalau ia akan menyalahkan korban saat terjadi sebuah peristiwa tidak diinginkan.
Korban disalahkan karena mereka menganggap si korban sudah melanggar kode sosial-aturan-prinsip-nilai yang harusnya tidak dilanggar.
Sehingga menyalahkan korban dianggap benar, apapun sifat pelanggaran yang dibuat pelaku.
Para peneliti tadi menyimpulkan, semakin getol seseorang mendukung nilai-nilai kelompok sosial yang mengikat, maka mereka cenderung menyalahkan pelaku.
Sedangkan orang yang sistem nilainya tidak terbatas pada nilai kelompok itu, akan menyalahkan pelaku dan bersimpati pada korban.
Niemi dan Young mengatakan jika kita ingin meningkatkan rasa simpati terhadap korban, bukan malah menyalahkannya, sebaiknya memang berbicara dari hati ke hati dengan orang yang menyalahkan korban itu.
Misalnya, untuk kasus pemerkosaan.
Berikan pandangan logis, “Apakah seseorang berhak untuk memperkosa sekalipun perempuan menggunakan pakaian terbuka? “, “Bayangkan apa yang terjadi pada kehidupan korban setelah peristiwa ini,”
Dengan begitu, mereka bisa merasakan sedikit simpati bahkan empati pada korban, tanpa harus menyalahkannya.