NHRC mendukung Bilkis saat mengirimkan petisi ke Mahkamah Agung yang pada Desember 2013 memerintahkan kepolisian menyelidiki kasus tersebut.
(Baca juga: Perdamaianlah Yang Menyelamatkan Keadilan)
Januari 2004, kesatuan reskrim menangkap semua nama yang disebut Bilkis sebagai pelaku kejahatan itu.
Kepolisian juga menggali jenazah keluarga Bilkis untuk melakukan otopsi.
Sepanjang upayanya mencari keadilan, Bilkis kerap mendapat ancaman pembunuhan yang membuatnya harus berpindah rumah hingga 20 kali dalam dua tahun.
Dia kemudian mengajukan permohonan kepada Mahkamah Agung agar kasus ini ditangani pengadilan di luar negara bagian Gujarat.
Permohonan ini dikabulkan Mahkamah Agung yang memindahkan kasus itu dari Gujarat ke Mumbai pada Agustus 2004.
Setelah proses pengadilan selama empat tahun, pengadilan akhirnya menemukan 13 dari 20 tersangka pembunuhan keluarga Bilkis.
Pengadilan kemudian menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup bagi 11 dari 13 orang tersangka itu karena terbuki membunuh dan memperkosa.
Keputusan ini menjadikan kasus Bilkis menjadi kasus perkosaan pertama akibat kerusuhan yang para pelakunya dijatuhi hukuman.
Namun, kepolisian mengajukan banding ke pengadilan tinggi Mumbai untuk memperberat hukuman para terdakwa dan mempertanyakan keputusan dibebaskannya tujuh tersangka lainnya.
Dalam keputusannya yang dibacakan pada Kamis (4/5/2017), pengadilan menolak tuntutan jaksa yang menginginkan hukuman mati bagi para terpidana.
Di sisi lain, pengadilan tinggi juga menjerat ketujuh orang lainnya yang awalnya bebas menjadi terdakwa baru.
Pengadilan juga mengurangi hukuman Somabhai Gori dari kesatuan kepolisian Limkheda.
Gori dihukum penjara tiga tahun setelah menolak laporan pertama Bilkis.
Saat keputusan pengadilan dibacakan, Gori sudah empat tahun mendekam di penjara sehingga di langsung dibebaskan setelah terbit keputusan baru ini.
(Tulisan ini pernah tayang di Tribunnews.com dengan judul "Kisah Bilkis Selama 15 Tahun Buru Pemerkosa dan Pembunuh Keluarganya")
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR