Kabupaten Jepara dan Rembang memang pantas berbangga telah menjadi saksi sejarah dan perjuangan putri asal Mayong itu, masing-masing dengan ciri dan dinamikanya sendiri-sendiri.
Jepara menjadi saksi kelahiran dan suka duka kehidupan Kartini. Sedangkan Rembang merenda hidup baru Kartini bersama suami pilihan ayahnya, sambil menyaksikan Kartini meneruskan cita-citanya, sebelum akhirnya wafat dan dimakamkan di sana.
Kebanggaan itu antara lain mereka coba ungkapkan dengan "menghidupkan" kembali Kartini lewat monumen, memugar tempat kelahiran dan kuburan ari-ari Kartini di Desa ' Mayong (Jepara), dan mengabadikan namanya di areal wisata pantai di kedua kota itu.
Bahu-membahu bersama Pabrik Rokok Djarum Kudus, Pemda Jepara membangun sebuah monumen berupa partung setinggi 3,6 m yang menggambarkan Kartini sedang menggandeng seorang bocah menenteng buku di perempatan jalan jantung Kota Jepara, menghadap ke Timur menyongsong terbitnya matahari.
Tangan kanan mencengkeram obor yang bermakna membawa terangnya pendidikan dan martabat wanita. Ayunan langkah lebar melambangkan semangat juang tinggi menuju ke pembaruan dunia wanita dengan mendobrak adat lama yang kolot.
Di samping ke luar terus berjuang untuk meningkatkan harkat kaumnya, di rumah pun Kartini mencoba menggedor dan merobohkan benteng-benteng adat yang kolot.
Sejak tanggal 18 Agustus 1899, surat Kartini kepada Zeehandelaar menguraikan soal itu dalam tulisannya: “Bagaimana rumitnya etiket kami, akan saya ceritakan .... adik saya tidak boleh mendahului saya, kecuali dengan merangkak di tanah ... adik saya baik laki-laki atau perempuan tidak boleh beraku-berengkau kepada saya ....
Terhadap kakak saya, laki dan perempuan, saya taati semua peraturan sopan santun ... tetapi mulai dari saya ke bawah semua adat kami langgar sama sekali. Kebebasan, Persamaan dan Persaudaraan! .... Tidak ada kekakuan ... yang ada hanyalah persahabatan dan ketulusan hati ... kami disebut sebagai anak-anak tanpa pendidikan sedikit pun dan saya disebut kuda kore, kuda liar …”
Dalam hubungannya dengan itu, belakangan ketika diselenggarakan upacara pernikahannya dengan R.A. Djojoadiningrat, ia pun meniadakan acara sembah kepada sang mempelai laki-laki. Tampaknya, semangat egaliter yang memandang manusia dilahirkan sama dan sederajat sudah mendarah daging dalam sikap dan perilaku hidup Kartini.
Disainer dan eksportir ukiran
Kalau Jepara punya-museum, Kota Rembang yang hawanya sempat terhirup Kartini selama 11 bulan memiliki Kamar Pengabadian, yang juga berfungsi sebagai museum. Luas kamar itu 8 x 4 m, berada di sisi kanan gedung kabupaten, tak jauh dari beranda.
Di kamar itulah tersimpan koleksi asli seperti lukisan tiga angsa karyanya, contoh tulisan tangannya, botekan,kotak jahitan, piring makan, sejumlah payung kebesaran dan sebuah foto keluarga yang dibuat ketika beliau hamil dikelilingi suami dan anak-anak tirinya yang masih kecil.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR