Itu sebabnya, ia mengharuskan keempat wanitanya memakai ban atau kalung leher, meminta izin untuk menggunakan kamar mandi, dan memanggil dirinya ‘Tuan’.
Keempat wanitanya juga punya tipe berhubungan yang berbeda satu sama lain dan ikut serta dalam pesta seks di rumah mereka.
Nah, dalam serial ‘Cardifor: Sebuah cerita tentang cinta, keluarga, dan perbudakan’, keempat wanita itu diperlihatkan sedang berlutut di depan James Davis untuk menyambutnya.
“Selamat pagi Tuan, barang milikmu Budak 808497061 merindukanmu, dan datang ke sini dan menunggu untuk melayanimu,” kata istrinya Charlotte.
Sang istri berkata demikian sambil berlutut di depan James yang duduk di sofa di hadapannya.
Setelah istrinya, Hunter, Hanna, dan Sophie juga membuat pernyataan yang sama di hadapan James.
Dilansir dari Mail Online Australia, Selasa (14/8/2018), James sudah berdinas di militer Australia selama 17 tahun.
Setelah itu ia pindah dari Sydney ke Armidale, yang digambarkannya sebagai sebuah ‘kota sangat konservatif’, dan hidup bersama keempat wanitanya.
Pengaturan hidup yang unik itu memicu James mendapat banyak kebencian, tetapi mantan tentara itu mengatakan itu hanyalah kesalahpahaman.
“Orang-orang berpikir aku pastinya menjadi semacam penindas yang kejam, seorang pembenci wanita atau bahkan seorang monster,” kata James Davis.
“Tetapi kenyataannya, aku hanyalah seorang pria yyang mencintai kebebasan dan komitmen, dan seseorang yang cukup beruntung bertemu wanita luar biasa untuk dicintai dan membalas cintanya.”
Pria itu menggambarkan dirinya sebagai seorang ‘pemain akrobat tali, forografer fetish, penulis BDSM, pelatih kink, penguasa gaya hidup, dan pengacara berizin.
Bahkan ia mengklaim menjadi seorang ginekolog berlisensi.
Nah, serial gaya hidup James Davis baru-baru ini mencari dana di Indiegogo, dan akan meneliti dinamika hubungan keluarga.
“Cardifor akan mengeksplorasi peranan gender dan dinamika keluarga dalam suatu seting yang unik,” begitu menurun laman pencari sumbangan masyarakat.
Penulis | : | Khena Saptawaty |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR