Intisari-Online.com – Begitu banyak kisah sejarah yang terkuak ketika Anda mendatangi Museum Brawijaya. Mulai dari era sebelum kemerdekaan hingga sesudah kemerdekaan. Semuanya terekam dalam 1.600 koleksi yang tersimpan di dalamnya.
Bila ingin mengetahui penggalan sejarah Bangsa Indonesia ketika berada di Kota Malang, cobalah singgah ke Museum Brawijaya. Di sana tersimpan senjata, foto, baju perang, tank, hingga gerbong kereta yang bisa “bercerita” kepada Anda tentang perjuangan Bangsa Indonesia dalam meraih dan mempertahankan kemerdekaan.
Museum Brawijaya berada di kawasan elite, Jln. Ijen, Kota Malang dengan luas bangunan sekitar 3.200 m2. Diresmikan pada 4 Mei1968, museum ini mempunyai lima bagian utama yaitu, bagian depan museum, lobi, ruang I, ruang II, aula, dan tengah museum. Bagian depan museum yang diberi nama “Agne Yastra Loca” mempunyai arti Taman Senjata Api Revolusi. Di sana Anda dapat melihat koleksi tank yang digunakan pada pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.
Selain itu, di depan pagar museum akan Anda dapati senjata penangkis serangan udara yang disita oleh Badan Keamanan Rakyat pada September 1945 dari tangan tentara Jepang. Anda juga bisa melihat meriam cannon 3,5 inci yang diberi nama “Si Buang” dan tank AMP-Track yang digunakan dalam pertempuran para pejuang TRIP.
Di lobi, Anda akan disuguhi lambang-lambang kesatuan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD) dari ujung timur sampai ujung barat Indonesia, relief peta penugasan pasukan Brawijaya, serta relief daerah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Di semua dinding penyangga utamanya terpampang foto-foto Walikota Malang dan foto-foto Panglima Kodam Brawijaya.
Koleksi di dalam museumnya sendiri tak kalah menarik. Di ruang I yang berada di sebelah Utara, tersimpan benda-benda bersejarah tahun 1945 - 1950. Mulai dari pakaian tentara zaman dulu, berbagai macam meriam, senjata api dari yang kecil sampai yang besar, lukisan-lukisan, termasuk sebuah radio komunikasi. Salah satu benda yang mencuri perhatian di ruangan ini adalah mobil sedan hitam buatan pabrik De Soto Amerika Serikat yang perna digunakan Kolonel Soengkono, Panglima Divisi I Brawijaya 1948 – 1950 di Jawa Timur.
Bergeser ke ruang II di sebelah Selatan, Anda dapat melihat berbagai koleksi tahun 1950 ke atas. Di antaranya uang kuno, tanda pangkat TNI AD, komputer tua berukuran sebesar mesin cuci, dan alat komunikasi. Di ruang ini juga ada sebuah bejana besi raksasa berbentuk pengayuh air. Pada saat perang integrasi Timor Timur ke Indonesia pecah, bejana tersebut menjadi sumur tempat berlindung.
Jika berjalan ke bagian tengah museum yang berupa ruang terbuka, Anda akan melihat gerbong dan sebuah perahu segigir. Menurut salah satu pemandu museum, Suryo, gerbong ini digunakan oleh Belanda untuk mengangkut 100 orang tawanan pejuan Indonesia dari penjara Bondowoso ke penjara Bubutan, Surabaya. “Karena dalam perjalanan semua pintu gerbang dikunci rapat dan ketika berhenti di setiap stasiun gerbong tak berjendela ini dibiarkan terpanggang di bawah sinar Matahari, 46 orang pejuang meninggal, 11 orang sakit parah, 12 orang sakit ringa, dan hanya 12 orang yang baik-baik saja,” tuturnya. Karena itulah, gerbong tersebut kemudian dijuluki “gerbong maut”. Sedangkan perahu segigir dulu digunakan oleh resimen 35 Jokotole pimpinan Letkol Chandra Hasan untuk menghindar dari serbuan tentara Belanda saat di Madura dengan cara menyeberang ke Paiton, Probolinggo.
Do & don’t: