Sesudah proklamasi, Bung Sjahrir tampil sebagai Ketua BP KNIP, dan diangkat kemudian sebagai Perdana Menteri Pertama Republik Indonesia, merangkap sebagai Menteri Luar Negeri. Dimasa pemerintahannya inilah lahirnya Perjanjian Linggarjati yang terkenal.
Masa jabatannya adalah didalam masa-masa yang penuh kesulitan dan bahaya. Karena Indonesia baru saja Merdeka, belum punya apa-apa. Luar Negeripun belum mengenal Indonesia, sehingga berkat perjuangannya yang gigih, dunia kemudian mengakui kebenaran perjuangan Bangsa Indonesia.
Dari Bangsa yang selama ini dikenal sebagai bangsa jajahan, kini diakui dan dihormati di dunia sebagai Bangsa yang Merdeka sejajar dengan Bangsa-bangsa lain di dunia. Jabatan Perdana Menterinya diwaktu itu bukan main beratnya, penuh bahaya dan kesulitan.
Meskipun menjadi Perdana Menteri, namun pakaian maupun cara hidupnya tetaplah sederhana.
Baca juga: Bung Karno Pejuang Kemerdekaan yang Justru Semakin 'Sakti' Setelah Dipenjara Oleh Belanda
Maklumlah diwaktu itu Bung Sjahrir adalah benar-benar sebagai “A Fighting Prime Minister of Indonesia” yang termuda di seluruh dunia, karena baru 36 tahun usianya.
Begitu pula sewaktu Sjahrir memperjuangkan serta membela perjuangan kemerdekaan Rakjat Indonesia diluar negeri bersama Haji Agus Salim, adalah dalam kesederhanaan dan penuh keprihatinan.
Segala ongkos hidupnya disana adalah secara berdikari, tidak seenak duta-duta besar kita sekarang yang dapat foya-foya dan hidup senang. Sebaliknja diplomat Sjahrir dahulu berjuang dan membina hubungan Indonesia dengan dunia international dari ketiadaan dan kekosongan.
Berjuang dalam kemelaratan, penderitaan dan keprihatinan nasional. Itulah selintas kilas ingatan Rakyat Indonesia terhadap jasa dan perjuangan Sutan Sjahrir.
Baca juga: Melalui Ramalan Jayabaya, Sultan Hamengku Buwono IX Sudah Memprediksi Datangnya Kemerdekaan RI
Sjarir, menurut Prof. Schermerhorn lebih menonjol sebagai seorang negarawan, daripada seorang politikus. Kini ia telah pergi meninggalkan kita.
Kehilangan dan kepergian Sjahrir sebagaimana, dikatakan Dr. Koets, dari Partij van den Arbeid, adalah merupakan suatu kehilangan yang sangat besar.
Sjahrir pergi, sesudah berbakti dan mengabdikan hidupnya bagi Indonesia. la telah berbuat sesuatu, apa yang ia bisa dan telah memberikan sesuatu apa yang ia punya untuk bangsa dan tanah airnya.
Marilah kita teruskan perjuangannya, agar cita-citanya masyarakat sosialis Indonesia “Pancasila”tercapai.
Baca juga: Dalam Perjuangan Kemerdekaan, Bahasa Indonesia Sesungguhnya Lebih ‘Tajam’ dari Peluru
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR