Intisari-Online.com - Ancaman PT Freeport Indonesia (PTFI) untuk menekan pemerintah Indonesia seperti dinyatakan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mulai menjadi kenyataan.
(Siapa Sangka, Makan Es Krim ketika Sarapan Bagus untuk Kesehatan Mental dan Kewaspadaan)
Setelah sebelumnya mengeluarkan interoffice memorandum mengenai kondisi terkini perusahaan, termasuk tentang rencana mengurangi atau memecat karyawannya (11/2/2017), PTFI mulai merumahkan 33000 karyawan, termasuk puluhan pekerja asing.
“Semua kegiatan pertambangan telah berhenti sepenuhnya. Sekarang hanya perawatan saja,” ujar Kepala serikat pekerja Freeport Indonesia, Virgo Solossa seperti dikutip dari merdeka.com. “Jika pemerintah tidak berhati-hati ini telah dan akan berdampak lebih jauh pada operasi Freeport. Baik untuk pekerja sebagai penerima manfaat langsung dan masyarakat luas sebagai penerima manfaat dari keberadaan Freeport.”
(Jonan: Freeport Selalu Gunakan Isu Pemecatan Pegawai untuk Menekan Pemerintah)
Tindakan merumahkan para karyawan ini, berakar pada kebijakan pemerintah Indonesia yang membuat PTFI tidak dapat mengekspor konsentrat tembaga. Dihentikannya ekspor ini pada akhirnya membatasi bahkan menghentikan opersi PTFI karena mereka mengklaim memiliki penampung konsentrat dengan jumlah yang terbatas.
Sementara mengenai dipulangkannya pegawai asing, Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Tembagapura Jesaja Samuel Enock mengatakan, sebagian dari pekerja asing itu ada yang terkena dampak pengurangan tenaga kerja dari perusahaan tempat mereka bekerja.
(Freeport Indonesia Ancam Ajukan Arbitrase: Inilah Beberapa Aspek Arbitrase yang Mesti Kita Ketahui)
“Ada yang kontrak kerjanya sudah selesai kebetulan bertepatan dengan momentum pengurangan tenaga kerja di perusahaan-perusahaan kontraktor PT Freeport. Tapi ada juga yang terkena dampak langsung dari persoalan yang kini terjadi di PT Freeport,” ujar Samuel seperti dikutip dari kompas.com.
Bupati Mimika Eltinus Omaleng mengakui bahwa saat ini PT Freeport Indonesia dan sejumlah perusahaan privatisasi serta kontraktornya mulai memulangkan para pekerjanya, termasuk tenaga kerja asing dari berbagai negara.
Saat ini, pemerintah masih menggelar pembicaraan dengan Freeport terkait divestasi 51% saham, lebih besar ketimbang yang tercantum di Kontrak Karya tahun 1991 yaitu 30%.
Selain itu, pemerintah dan Freeport masih saling tarik menarik di pemberian Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Dalam hal ini, pemerintah sudah memberikan kembali izin ekspor konsentrat pada Freeport dengan syarat harus membangun smelter dalam lima tahun ke depan.
Freeport bersikeras ingin mendapatkan hak dari statusnya yang lama sebagai Kontrak Karya terkait perpajakan dan perpanjangan kontrak.