Advertorial
Intisari-Online.com -Cerita ini sepertinya sedang menuju akhir yang bahagia.
Empat dari 13 anggota tim sepakbola, terdiri atas satu pelatih dan 12 pesepakbola remaja, berhasil diselamatkan oleh tim SAR setelah terjebak di dalam gua lebih dari dua minggu lamanya.
Tim itu sedang dalam perjalanan menjelajahi gua ketika hujan deras mengguyur.
Sialnya, hujan deras itu menyebabkan datangnya air bah yang merendam gua tersebut.
Namun pada Senin (2/7) kemarin, seperti dilaporkan BBC, tim penyelamat menemukan mereka meringkuk di sebuah rongga udara yang ada di dalam gua.
Seperti yang diharapkan banyak orang, tim penyelamat harus bisa menyelamatkan dan mengeluarkan mereka—tentu prosesnya tidak sebentar lantaran kondisi banjir yang terjadi di dalam gua.
Meski mereka dalam keadaan baik-baik saja, tetap muncul pertanyaan klise: seberapa lama manusia bisa bertahan hidup ketika terperangkap di dalam gua?
Jawabannya sebenarnya juga klise: itu tergantung pada jenis dan lokasi gua.
Namun pada umumnya, kehabisan oksigen bukanlah persoalan utama, ujar Andrea Rinaldi, seorang ahli biokimia di Universitas Cagliari di Italia yang meneliti bagaimana manusia beradaptasi dan secara fisik hidup di dalam gua.
“Oksigen biasanya melimpah di dalam gua, bahkan ratusan meter di bawah tanah,” kata Rinaldi kepada LiveScience, melalui email.
Oksigen itu, menurut Rinaldi, berasal dari retakan di bebatuan dan batu kapur yang keropos.
Meski demikian, masih menurut Rinaldi, dalam beberapa kasus, ada pula kantong-kantong dalam gua di mana karbondioksida menumpuk yang membuat oksigen itu tak dapat dihirup.
Sementara untuk kasus tim sepakbola yang terjebak di dalam gua, ada kemungkinan pasokan oksigen besar sehingga mereka aman berada di dalam gua.
“Tapi kita juga mesti memperhatikan kualitas udara di dalam gua mulai sekarang,” tambah Rinaldi.
Baca juga:Terjebak Dalam Gua di Thailand Belasan Hari, Anak-anak Ini Tulis Surat Mengharukan
Jika gua sangat kering, misalnya, memungkinkan adanya banyak debu di sana. Dan di beberapa gua tropis, pengomposan kotoran dapat melepaskan uap amonia ke udara, dan mungkin menyebarkan spora jamur, jika kita kita hirup dapat menyebabkan gangguan pernapasan.
“Terlepas dari kasus khusus ini, bagaimanapun, udara di dalam gua benar-benar bisa untuk bernapas,” tegas sosok yang juga seorang penjelajah gua ini.
Kebutuhan dasar terjebak dalam gua
Sementara untuk kebutuhan penting lainnya, tentu saja makanan dan air bersih. Untung saja tim sepakbola ini punya sedikit bekal untuk bertahan hidup sebelum tim penyelamat tiba.
Tapi, “Seseorang yang punya kondisi kesehatan terbaik dapat bertahan berminggu-minggu, atau bahkan berbulan-bulan, tanpa makanan,” kata Rinaldi. Bagaimanapun juga, sulit mendapatkan makanan di dalam gua.
Meskipun banyak gua yang dipenuhi kelelawar, terkadang burung dan ikan, semua itu sangat sulit untuk ditangkap.
Untuk air, sebenarnya lebih rumit. Di gua, biasa terjadi kelembaban udara yang tinggi, yang mengurangi kecenderungan untuk minum—lepas dari kenyataan bahwa kita masih tetap membutuhkan cairan setiap hari.
Kasus di Thailand, airnya mungkin berlumpur. Jika mereka tidak punya alat untuk menyerap, alangkah lebih baik untuk menyesap air yang menetes dari langit-langit gua.
Baca juga:Mengharukan, 2 Nenek Penderita Alzeimer Ini Akhirnya Dipertemukan Lagi Setelah 15 Tahun Berpisah
Suhu juga bisa menjadi masalah. “Hipotermia adalah musuh berbahaya lainnya, tapi itu jarang terjadi di gua tropis,” terangnya.
Tantangan psikologis
Selain tantangan fisik, tantangan psikologis juga sering menyerang orang yang terjebak di dalam gua.
“Terperangkap di bawah tanah selama lebih dari sepuluh hari, dalam gelap … dengan makanan yang sedikit, tentu menjadi pengalaman yang mengerikan bagi siapa pun, termasuk penjelajah gua veteran,” kata Rinaldi.
Para ahli mengatakan, butuh waktu berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, untuk menyelamatkan anak-anak itu. Begitu tulis BBC.
Saat ini tim penyelamat sedang menentukan pilihan yang paling kecil risikonya: menunggu mereka memulihkan kekuatan dan mengajari mereka menyelam melewati gua yang banjir—atau menunggu hingga air surut.