Advertorial

Kok Bisa Buah Lezat Ini Disebut sebagai Penyebab Munculnya Penyakit Misterius di India?

Moh. Habib Asyhad
Intisari Online
,
Moh. Habib Asyhad

Tim Redaksi

Intisari-Online.com -Sekitar Mei dan Juni setiap tahun, sejumlah besar anak-anak akan mulai terserang penyakit misterius.

Pertama-tama akan munculdemam dan kejang-kejang.

Tak berhenti di situ, setelah itu mereka akan berada dalam kondisi setengah sadar setengah tidak.

Orang-orang lokal menyebut penyakit ini sebagai “chamki ki bimari” alias “penyakit perada”.

Baca juga:Siapa Sangka, Makan Es Krim ketika Sarapan Bagus untuk Kesehatan Mental dan Kewaspadaan

Pada 2014, ratusan anak-anak dirawat di rumah sakit dengan gejala yang disebut di atas. 390 dari mereka bisa diobati, sementara 122 anak lainnya meninggal dunia.

Tim peneliti dan paramedis sudah berusaha mencari penyebabnya, tetapi tak kunjung berhasil.

Hingga sekarang.

Sebuah laporan terbaru yang dipublikasikan dalam The Lancet Global Health yang terbit pada awal 2017 lalumengklaim telah menemukan penyebabnya: leci.

Selain itu, panas, kelembaban, kurangnya nutrisi, angin musim, dan pestisida, juga disebut menjadi penyebab lain.

Buah pembunuh?

Peneliti dari Centers for Disease Control and Prevention AS dan National Centre for Disease Control India telah membandingkan anak-anak yang mempunyai gejala penyakit misterius itu dengan mereka yang tidak.

Analisis darah dan sampel cairan tulang belakang nyatanya tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi atau paparan bahan kimia dan pestisida.

Namun, sebagian besar anak-anak yang jatuh sakit itu telah memakan buah leci tak lama sebelum mereka diperiksa.

Studi juga menyebut, kemungkinan mereka juga telah mengunjungi kebun buah itu dalam kurun 24 jam terakhir.

Muzaffarpu, Bihar, adalah penghasilan leci terbesar di India.

Baca juga:Catat! 7 Makanan Ini Tidak Cocok untuk Sarapan

Menurut laporan para orangtua, anak-anak di desa yang terkena dampak menghabiskan sebagian besar hari mereka dengan makan leci dari kebun di sekitarnya.

Mereka juga sering pulang di sore hari dalam kondisi tak tertarik untuk makan malam.

Nah, mengabaikan makan malam ini juga menjadi persoalan.

Menurut para peneliti, abai makam malam mungkin yang mengakibatkan terjadinya “hipoglikemia—kondisi ketika kadar gula dalam darah berada di bawah kadar normal—saat malam.”

Ketika kadar gula mereka turun, tubuh akan mulai memetabolisme asam lemak untuk menghasilkan dorongan yang diperlukan glukosa.

Namun, sampel urin menunjukkan bahwa dua per tiga anak-anak yang sakit menunjukkan bukti paparan racun yang ditemukan dalam biji leci—yang kadarnya lebih tinggi pada buah yang masih mentah.

Karena racun ini “sintesis glukosa sangat terganggu,” tulis studi tersebut, yang mengarah ke bahaya gula darah rendah dan radang otak pada anak-anak.

Perbedaan genetik yang tak teridentifikasi

Rabu (1/2) Pemerintah India mengeluarkan pernyataan yang tujuannya menasihati anak-anak untuk mengurangi konsumsi leci di area terdampak.

Mereka juga dianjurkan untuk membiasakan makan malam selama “periode wabah”.

Baca juga:Penyakit Misterius Menyebabkan Anna Giles Muntal 50 Kali dalam Sehari

Namun, para peneliti mengatakan masih ada beberapa pertanyaan seputar misteri penyakit ini.

Misalnya, meskipun kebun-kebun mengelilingi banyak desa, biasanya hanya satu anak di setiap desa yang menunjukkan gejala penyakit ini.

Laporan tersebut menunjukkan bahwa mungkin ada hubungannya dengan genetika.

“Kombinasi dari konsumsi leci, melewatkan makam malam, dan faktor-faktor potensial lainnya seperti status gizi buruk, makan lebih banyak leci, dan perbedaan genetik yang belum teridentifikasi mungkin diperlukan untuk memunculkan penyakit ini,” tulis studi tersebut.

Meski demikian, studi juga menambahkan bahwa wabah serupa telah dilaporkan di area budidaya leci lainnya di Bengal Barat, termasuk di luar India seperti Vietnam dan Bangladesh.

Penelitian sebelum lebih menfokuskan pada pestisida alih-alih buah itu sendiri.

“Tapi, temuan investigasi kami mungkin bisa menolong untuk menjelaskan penyebab penyakit yang mewabah di Bangladesh dan Vietnam,” tutup studi.

Artikel Terkait