Warga Jakarta mungkin membayangkan betapa indahnya pantai Belitung, dan ingin berlama-lama di sana. Tetapi berapa lama mereka terlena mendengar debur ombak tanpa rindu pada kemacetan jalan raya ibukota?
(Baca juga: Antara Sanro, Mallogo, Barongko, dan Soeharto, Inilah Kisah Masa Kecil BJ Habibie)
Kedua, liburan yang sejati itu harus pergi ke luar negeri atau minimal luar kota. Mitos ini dapat dipadukan dengan mitos ketiga bahwa liburan itu mahal atau harusnya mahal, untuk dapat menghambat kita memikirkan ide-ide liburan indah dengan budget rendah.
Ketiga, belakangan ini kita semakin kehilangan rasa cinta Tanah Air karena terus-menerus mengacu ke luar negeri untuk segala macam hal termasuk liburan. Sayangnya, cukup banyak di antara kita yang ingin berlibur ke luar negeri untuk sekadar gengsi.
Jadi jika kita berpikir bahwa liburan itu harus ke luar negeri, ada baiknya kita bertanya pada diri sendiri, sudahkah kita mengenal indahnya alam dan keragaman budaya negeri sendiri?
Bahkan jika kondisi tidak memungkinkan untuk berlibur ke luar kota, bukan berarti kita tidak dapat menikmati liburan lo. Ide liburan sangat beragam, kita dapat menemukan ide-ide ini jika tidak terpaku pada mitos keempat: liburan sama dengan bersenang-senang dan memuaskan keinginan diri.
Inilah mitos yang sering membuat kita kehilangan kendali diri. Kita bersantap apa saja tanpa memikirkan kesehatan. Kita habiskan uang tanpa berpikir. Kita mentoleransi tindakan impulsif ini atas nama liburan.
Akibatnya, kesehatan memburuk, pengeluaran membengkak, dan akibat lebih lanjut adalah mengalami stres pasca-liburan.
Tulisan ini ditulis oleh Ester Lianawati, psikolog di Paris, dan Yds. Agus Surono. Tulisan ini dimuat di Majalah Intisari edisi Extra November 2013 dengan judul asli Kita Semua Butuh Liburan!
Penulis | : | Birgitta Ajeng |
Editor | : | Birgitta Ajeng |
KOMENTAR