Sempat hampir batal berkunjung ke Indonesia karena satu dan lain hal, PSV Eindhoven datang juga ke Surabaya. Persebaya yang jadwalnya sedang ketat pun menyambutnya.
Penulis:Ben-CH, dari Surabaya, untuk Majalah HAI edisi Januari 1996 -- dengan sedikit penyuntingan. Foto-foto: BEN-CH
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Januari 1996, Indonesia, tepatnya Surabaya, kedatangan tamu agung: klub raksasa asal Belanda, PSV Eindhoven. Di Kota Pahlawan, PSV akan bertanding melawan Persebaya Surabaya.
Tapi sebenarnya rencana awal bukan begitu, lho?
Benar, PSVEindhoven hampir membatalkan lawatannya ke Indonesia. Itu disebabkan adanya sedikit kericuhan dengan lawan tanding yang harus dihadapi PSV di Surabaya.
Rencana semula, yang berhak menjamu PSV adalah Mitra Surabaya, klub kebanggan arek-arek Surabaya lainnya. Persebaya yang semula ditawari menolak dengan alasan jadwal pertandingan mereka di Liga Indonesia ketat banget.
Mitra pun kemudian teken kontrak dengan Philips, sponsor yang mendatangkan PSV.
Beberapa surat kabar kita pun sudah memberitakan bahwa keduanya bakal melakukan pertandingan persahabatan di Surabaya. Pokoknya tinggal nunggu hari H-nya.
Tapi tiba-tiba turun surat keputusan dari PSSI di Jakarta. Isinya, yang berhak melawan PSV adalah Persebaya, bukan Mitra Surabaya.
Keputusan itu tentunya cukup mengagetkan. Pihak sponsor dibikin puyeng. Malah kabarnya, kedua klub kebanggaan arek-arek Suroboyo itu, sempat gontok-gontokan.
Untungnya, semua itu bisa ditenangkan. PSV akan tetap berkunjung ke Indonesia. Persebaya akhirnya mau tampil menghadapi tamunya.
Walau untuk itu, mereka harus bertindak nekat. Mereka terpaksa mengorbankan waktu istirahat selama Liga Indonesia berlangsung.
Bayangin. Dua hari sebelumnya, mereka harus bertanding melawan Putra Samarinda. Terus, hari Minggu, 7 Januari 1996, harus segera berangkat ke Balikpapan untuk bertanding melawan Pupuk Kaltim.
Tentu saja kalau dilihat dari segi stamina, jelas kedodoran. Tapi untuk pengalaman bertanding, klub besar macam PSV, bisa jadi lain ceritanya. Inilah yang membuat Persebaya bela-belain mengorbankan waktu istirahat mereka.
"Itu pertandingan bagus. Persebaya bisa belajar banyak dari tim besar itu (PSV Eindhoven-Red)," tutur Plamen Kazakov, pemain asing yang menempati posisi kanan luar di Persebaya.
Akhirnya datang juga
Dan akhirnya rombongan PSV yang berjumlah 32 orang itu tiba di bandara Juanda sekitar jam 12 siang di tanggal 5 Januari yang lalu -- termasuk anak ajaib mereka, Ronaldo Luis Nazario de Lima alias Ronaldo 9.
Kedatangan klub yang ketika itu diasuh oleh Dick Advocaat itu cukup banyak menyita perhatian. Selain disambut dengan Reog Ponorogo, para penggemar yang ada di Surabaya tak mau melewatkan kesempatan bertemu langsung dengan idola-idola mereka itu.
Sebelum menuju Hotel Hilton International Patra Surabaya, PSV singgah dulu di pabrik Philips, sponsor utama klub tersebut, yang terletak di daerah kawasan industri Rungkut. Di tempat itu mereka sempat melakukan konferensi pers singkat.
"Saya suka dengan cuaca Surabaya, namun sebenarnya kedatangan kami ini karena undangan Philips. Dan karena minggu ini adalah saat persiapan untuk bagian kedua dari kompetisi (Liga Belanda-Red), maka kami bisa ada di sini," tutur pelatih PSV, Dick Advockat.
Pihak Philips sendiri mengakui, kedatangan PSV itu memang bagian dari promosi perusahaan. Segala sesuatunya menjadi tanggung jawab perusahaan. Sayang, Philips tidak mau buka kartu berapa besar dana yang mesti dikeluarkan untuk mendatang Wim Jonk dan kawan-kawan itu.
Walau sekadar lawatan biasa, namun sebagai klub yang sudah kondang, PSV tidak mau menganggap enteng. Sore harinya mereka mengunjungi Stadion Gelora 10 November yang akan dipakai untuk bertanding dengan Persebaya.
"Kami akan bermain seperti biasa. Ini adalah pertandingan persahabatan. Meski begitu, kami akan selalu bermain dengan pola menyerang. Itu penting!" kata sang pelatih berkepala botak itu.
Doyan makanan Surabaya
Kesempatan berkunjung ke Indonesia khususnya ke kota Pahlawan itu tak mau disia-siakan oleh rombongan PSV. Mereka benar-benar ingin menikmati nuansa Indonesia.
Seperti halnya makanan yang harus disajikan di hotel tempat menginap, semuanya khas Indonesia. Ada sate, gado-gado, sampai nasi goreng.
"Untuk makan malam selama dua hari di Surabaya, mereka memang minta disajikan masakan Indonesia. Semua masakan itu habis. Yang paling disukai adalah sate dan nasi goreng," ungkap Nizar Sungkar, ketika itu Head Chief Food & Beverage Hotel Hilton.
Memang, untuk urusan makan, para pemain PSV itu nggak ada masalah. Semua masakan Indonesia kebetulan cocok dengan lidah mereka. Selain itu nggak ada permintaan masakan khusus. Hanya pasta dan minuman isotonic.
"Saya cocok dengan masakan Indonesia. Terutama yang pedas-pedas. Oh ya, cewek saya orang Indonesia, lho. Namanya Janny. Dia lahir di Borneo (Kalimantan-Red)," kata Geoffrey Theerayohh Prommayon, pemain belakang PSV kelahiran Thailand.
Setelah makan malam, sebagian dari pemain PSV ada yang main kartu. Pokoknya, setiap ada waktu luang, selalu menyempatkan main.
Biasanya yang dimainkan adalah bridge. Bahkan sang pelatih sendiri terlihat getol bermain hingga larut malam.
Ronaldo 9 datang, tapi tidak main
Mungkin permainan tersebut sudah menjadi kebiasaan untuk menghilangkan kepenatan dari jadwal latihan atau pertandingan. Itu bisa dilihat dari kartu mereka yang sudah dipersiapkan dari Belanda.
Kartunya keren lagi, ada tulisan PSV-nya. Itu juga terjadi di hari Sabtu, menjelang pertandingan melawan Persebaya. Ronald Waterreus dan tiga pemain lain asyik bermain kartu di lobi hotel. Sedangkan beberapa pemain lain seperti Ronaldo memilih berenang.
Hanya Wim Jonk dan Arthur J. Numan yang terlihat berjemur di pinggir kolam sembari membaca buku. "Sebenarnya berenang sebelum bertanding itu tidak baik untuk pergelangan kaki," kata Numan.
Apakah membaca itu hobi Numan, "Nggak juga. Membaca buku hanya untuk mengisi waktu luang saja. Itu pun hanya sesekali. Sebenarnya saya lebih suka bermain tenis atau mendengarkan musik," jelas kapten kesebelasan PSV itu.
Dan akhirnya Persebaya jadi juga menjamu tamunya. Pertandingan dilaksanakan pada Minggu, 7 Januari 1996 di Stadion Gelora 10 November (Tambaksari).
Walau akhirnya klub kebanggaan arek-arek Suroboyo itu harus mengakui kehebatan nama besar PSV. Seperti kita tahu, skornya adalah 6-2 untuk PSV.
Penonton yang memadati stadion cukup banyak juga: sekitar 15.365 orang. Hanya saja, di beberapa tribun masih banyak terlihat tempat- tempat yang kosong.
"Pertandingannya kurang seru. PSV tidak turun full team. Pemain topnya, seperti Ronaldo, nggak diturunkan," protes Zico, pelajar kelas II SMP 1 Surabaya.
Meski demikian, PSV sendiri bermain seperti biasa dengan pola menyerangnya. Namun beberapa kali terlihat permainan mereka agak santai.
Mungkin untuk memberi kesempatan Persebaya melakukan perlawanan. Hanya saja, itu membuat tontonan nggak sedap lagi. Beberapa pengunjung terlihat beranjak dari tempat duduknya, pulang, padahal peluit yang menandakan pertandingan berakhir belum dibunyikan.
"Saya lihat pemain midfieldPersebaya, kadang-kadang terlalu banyak kehilangan bola. Banyak ruang kosong yang tak terjaga. Dan pola permainan mereka cenderung bertahan. Akibatnya, permainan merekai kurang bisa berkembang. Mereka butuh banyak latihan supaya lebih baik,” komentar Prommayon.
"Penjagaan mereka (PSV-Red) ketat sekali," kata Ajid, salah seorang pemain Persebaya.
Pada pertandingan persahabatan itu, sempat pula dibuat acara untuk pengumpulan dana buat Nurkiman, pemain Persebaya yang lagi dirawat di rumah sakit -- dan akhirnya pensiun dini. Itu dilakukan ketika istirahat pertandingan, menjelang pergantian babak permainan.
Caranya begini. Setiap penonton diberi kesempatan untuk menjajal kiper PSV, Stanley Menzo. Yang mau ikutan, dikenakan biaya Rp500.000 untuk sekali tendang, Kalau tendangan itu nggak bisa menjebol gawang Menzo, si penendang itu dikenakan "denda" sebesar Rp500.000.
Ternyata acara itu cukup menarik. Pak Gubernur Jatim, Basofi Sudirman, Pangdam V Brawijaya Imam Utomo, dan Walikota Surabaya Sunarto Sumoprawiro, ikutan mencoba.
Dari sekian banyak penendang, hanya dua orang yang bisa menjebol gawang Stanley. Total dana yang terkumput dari acara itu adalah Rp9 juta. Lumayan. Ini namanya, menendang sembari beramal.