Intisari-Online.com - Tahun 1042, Raja Airlangga dihadapkan pada pilihan sulit: turun tahta dan menjadi pendeta atau mewariskan takhta kepada putrinya yang enggan memerintah.
Dilema ini memicu serangkaian peristiwa yang berujung pada pembagian Kerajaan Kahuripan menjadi dua: Kerajaan Kediri dan Janggala.
Artikel ini mengupas alasan Airlangga memerintah Mpu Bharada untuk membagi kerajaan menjadi Kediri dan Janggala, sebuah keputusan monumental yang didasari oleh pertimbangan politik, spiritual, dan upaya menjaga perdamaian di tengah potensi perebutan takhta.
Keputusan Airlangga untuk turun tahta dilandasi oleh keinginannya untuk mengabdikan diri pada spiritualitas.
Namun, ia juga dihadapkan pada tanggung jawab untuk menunjuk penerus yang cakap untuk memimpin kerajaan.
Sang putri, Sri Sanggramawijaya Dharmmaprasadottunggadewi, tidak berminat untuk naik tahta, sehingga memicu kekhawatiran akan perebutan takhta di antara pangeran-pangeran lainnya.
Di tengah situasi yang rumit ini, Airlangga menemukan solusi dengan memerintah Mpu Bharada, penasihat spiritual terpercayanya, untuk membagi kerajaan menjadi dua.
Mpu Bharada, dengan kebijaksanaan dan kekuatan spiritualnya, dipercaya mampu menyelesaikan tugas ini dengan adil dan bijaksana.
Alasan Airlangga Memerintah Mpu Bharada untuk Membagi Kerajaan Menjadi Kediri dan Janggala
Pada tahun 1024, seperti dilansir dari Kompas.com, Raja Airlangga dihadapkan pada pilihan sulit.
Di satu sisi, ia ingin turun takhta dan mengabdikan diri sebagai pendeta dengan berguru kepada Mpu Bharada.
Baca Juga: 3 Peristiwa Penting Kerajaan Kediri, Dimulai dengan Pecahnya Kahuripan
KOMENTAR