Intisari-Online.com - Di antara berbagai kebijakan luar negeri kontroversial pada masa Orde Lama, pembentukan Poros Indonesia-Peking pada tahun 1964 menjadi salah satu yang paling menonjol.
Kerjasama erat dengan Tiongkok, negara komunis, ini menimbulkan pertanyaan besar: mengapa pada masa Orde Lama Indonesia membentuk Poros Indonesia-Peking?
Keputusan ini tentu tidak muncul tanpa alasan.
Artikel ini akan mengupas motif di balik pembentukan Poros Jakarta-Peking, dengan meneliti konteks sejarah dan faktor-faktor yang melatarbelakanginya.
Kita akan melihat bagaimana situasi politik internasional dan regional, serta ideologi dan ambisi politik Presiden Soekarno, mendorong terciptanya hubungan bilateral yang erat antara Indonesia dan Tiongkok.
Pembentukan Poros Indonesia-Peking merupakan fenomena menarik yang tak hanya mencerminkan dinamika politik luar negeri Indonesia pada masa Orde Lama, tetapi juga memiliki pengaruh signifikan pada hubungan Indonesia dengan Tiongkok di masa depan.
Artikel ini akan membawa Anda menyelami sejarah dan menguak jawaban atas pertanyaan di atas.
Poros Jakarta-Peking: Jejak Diplomasi Era Demokrasi Terpimpin
Di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno, Indonesia memasuki era Demokrasi Terpimpin (1959-1965).
Sistem ini dijalankan berdasarkan Dekret Presiden 5 Juli 1959 dan Tap MPRS No. VIII/MPRS/1965.
Demokrasi Terpimpin diinterpretasikan sebagai demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, selaras dengan UUD 1945.
Baca Juga: Peristiwa dan Dinamika Penerapan Pancasila pada Masa Orde Lama
KOMENTAR