Sejak awal berdirinya Dinasti Umayyah (Sunni), kelompok Syiah telah memberontak karena merasa hak mereka terhadap kekuasaan dirampok oleh Muawiyah (pendiri Bani Umayyah) dan keturunannya.
Begitu pula dengan kelompok Khawarij, yang juga merasa bahwa hak politik tidak dapat dimonopoli oleh keturunan tertentu, tetapi hak setiap Muslim.
Kelompok lain yang sangat membenci kekuasaan Dinasti Umayyah adalah Mawalli, yaitu orang-orang Muslim non-Arab.
Mereka yang kebanyakan dari Persia ini merasa tidak diperlakukan setara dengan orang Arab karena diberi beban pajak lebih tinggi.
Kelompok inilah yang mendukung Abu As-Saffah untuk melakukan Revolusi Abbasiyah guna menggulingkan kekuasaan Bani Umayyah.
Terlebih lagi, Bani Abbasiyah menjanjikan ide-ide membangun pemerintahan yang lebih selaras dengan cita-cita Rasulullah.
Yaitu memberi warga non-Arab peran yang lebih setara dalam masyarakat dan memberi keturunan Ali bin Abi Thalib sejumlah peran dalam kepemimpinan.
Revolusi Abbasiyah resmi dimulai pada 9 Juni 747 M, ketika Abu Muslim melakukan pemberontakan terbuka melawan kekuasaan Bani Umayyah di Merv, sekarang termasuk Turkmenistan.
Setelah Merv berhasil dikuasai pada awal 748 M, sebanyak 50.000 pasukan Bani Umayyah di Khurasan juga takluk pada Maret 749 M.
Kekuasaan Umayyah di Khurasan yang berlangsung hampir 90 tahun pun resmi berakhir.
Setelah itu, Khurasan menjadi basis pergerakan Bani Abbasiyah.
Tidak berselang lama, pasukan Abbasiyah dikerahkan menyeberangi Sungai Eufrat dan merebut Kufah.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR