Latar Belakang Utama Perlawanan Berbagai Kerajaan yang Ada di Bali Tahun 1846, 1848, dan 1849

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Penulis

Ilustrasi -  Latar belakang utama perlawanan berbagai kerajaan yang ada di Bali tahun 1846, 1848, dan 1849?
Ilustrasi - Latar belakang utama perlawanan berbagai kerajaan yang ada di Bali tahun 1846, 1848, dan 1849?

Intisari-online.com - Perang Bali adalah sebutan untuk serangkaian pertempuran antara kerajaan-kerajaan di Bali dengan pemerintah kolonial Belanda yang terjadi sekitar tahun 1846 hingga 1849.

Namun, apa yang menjadi latar belakang utama perlawanan berbagai kerajaan yang ada di Bali tahun 1846, 1848, dan 1849?

Perang ini melibatkan tiga kali pertempuran, yaitu Perang Bali I, Perang Bali II, dan Perang Bali III.

Perang ini berakhir dengan kemenangan Belanda dan penyerahan kedaulatan Bali kepada Belanda.

Perang ini juga menyebabkan banyak korban jiwa dari pihak Bali, terutama karena adanya tradisi puputan, yaitu perang hingga titik darah penghabisan.

Perang Bali I (1846)

Perang Bali I terjadi pada tahun 1846, setelah Belanda mengeluarkan ultimatum kepada Raja Buleleng untuk menghapuskan hukum adat Tawan Karang dan membayar ganti rugi atas kapal-kapal Belanda yang telah dirampas oleh Bali.

Ultimatum ini ditolak oleh Raja Buleleng, yang menganggapnya sebagai penghinaan dan tantangan.

Belanda pun mengirimkan pasukan ekspedisi ke Bali untuk menyerang dan menaklukkan kerajaan Buleleng.

Pasukan Belanda yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Michiels berhasil mendarat di Singaraja, ibu kota Buleleng, pada tanggal 8 Juni 1846.

Mereka langsung disambut oleh pasukan Bali yang dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik, panglima perang Buleleng.

Pertempuran sengit pun terjadi di antara kedua belah pihak.

Pasukan Bali yang lebih banyak dan lebih berani, tetapi kurang terlatih dan bersenjatakan tradisional, berusaha untuk menghalau pasukan Belanda yang lebih sedikit tetapi lebih terlatih dan bersenjatakan modern.

Pertempuran ini berlangsung selama beberapa hari, dengan korban jiwa yang banyak dari kedua belah pihak.

Pada tanggal 14 Juni 1846, pasukan Belanda berhasil menembus pertahanan pasukan Bali dan mendekati puri Buleleng, tempat tinggal Raja Buleleng.

Raja Buleleng, yang tidak mau menyerah dan tidak mau hidup dalam penjajahan, memilih untuk melakukan puputan bersama keluarga dan pengikutnya.

Mereka membakar puri dan menyerbu pasukan Belanda dengan senjata tajam, sambil meneriakkan kata-kata "merdeka atau mati".

Mereka semua gugur dalam pertempuran ini, termasuk Raja Buleleng dan I Gusti Ketut Jelantik.

Dengan jatuhnya puri Buleleng, Belanda mengklaim kemenangan dalam Perang Bali I.

Namun, kemenangan ini tidak berarti bahwa Belanda telah menguasai seluruh Bali.

Masih ada kerajaan-kerajaan lain di Bali yang belum tunduk kepada Belanda, seperti kerajaan Karangasem, Klungkung, Badung, Tabanan, Gianyar, dan Bangli.

Belanda pun harus bersiap-siap untuk menghadapi perlawanan dari kerajaan-kerajaan Bali lainnya.

Baca Juga: Kisah Kebo Iwa Panglima Perang Kerajaan Bali Aga yang Merepotkan Perlawanan Gajah Mada

Perang Bali II (1848)

Perang Bali II terjadi pada tahun 1848, setelah Belanda mengetahui bahwa kerajaan Karangasem telah membantu kerajaan Lombok untuk memberontak melawan Belanda.

Belanda menganggap hal ini sebagai pelanggaran perjanjian yang telah ditandatangani oleh Raja Karangasem pada tahun 1846, yang menyatakan bahwa Karangasem tidak boleh berhubungan dengan musuh-musuh Belanda.

Belanda pun mengirimkan pasukan ekspedisi ke Bali untuk menyerang dan menaklukkan kerajaan Karangasem.

Pasukan Belanda yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Andreas Victor Michiels, yang merupakan kakak dari Letnan Kolonel Michiels yang memimpin Perang Bali I, berhasil mendarat di Karangasem pada tanggal 7 Mei 1848.

Mereka langsung disambut oleh pasukan Karangasem yang dipimpin oleh I Gusti Gede Ngurah, putra Raja Karangasem.

Pertempuran pun terjadi di antara kedua belah pihak.

Pasukan Karangasem yang lebih banyak dan lebih berani, tetapi kurang terlatih dan bersenjatakan tradisional, berusaha untuk menghalau pasukan Belanda yang lebih sedikit tetapi lebih terlatih dan bersenjatakan modern.

Pertempuran ini berlangsung selama beberapa hari, dengan korban jiwa yang banyak dari kedua belah pihak.

Pada tanggal 13 Mei 1848, pasukan Belanda berhasil menembus pertahanan pasukan Karangasem dan mendekati puri Karangasem, tempat tinggal Raja Karangasem.

Raja Karangasem, yang tidak mau menyerah dan tidak mau hidup dalam penjajahan, memilih untuk melakukan puputan bersama keluarga dan pengikutnya.

Mereka membakar puri dan menyerbu pasukan Belanda dengan senjata tajam, sambil meneriakkan kata-kata "merdeka atau mati".

Mereka semua gugur dalam pertempuran ini, termasuk Raja Karangasem dan I Gusti Gede Ngurah.

Dengan jatuhnya puri Karangasem, Belanda mengklaim kemenangan dalam Perang Bali II.

Namun, kemenangan ini tidak berarti bahwa Belanda telah menguasai seluruh Bali.

Baca Juga: Mengapa Kerukunan Antarumat Beragama di Bali Dapat Tercipta?

Perang Bali III (1849)

Perang Bali III terjadi pada tahun 1849, setelah Belanda mengetahui bahwa kerajaan Klungkung telah membantu kerajaan Buleleng untuk memberontak melawan Belanda.

Belanda menganggap hal ini sebagai pelanggaran perjanjian yang telah ditandatangani oleh Raja Klungkung pada tahun 1846, yang menyatakan bahwa Klungkung tidak boleh berhubungan dengan musuh-musuh Belanda.

Belanda pun mengirimkan pasukan ekspedisi ke Bali untuk menyerang dan menaklukkan kerajaan Klungkung.

Pasukan Belanda yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Andreas Victor Michiels, yang merupakan kakak dari Letnan Kolonel Michiels yang memimpin Perang Bali I dan II, berhasil mendarat di Padang Bai, pelabuhan utama Klungkung, pada tanggal 24 Mei 1849.

Mereka langsung disambut oleh pasukan Klungkung yang dipimpin oleh I Gusti Ngurah Made Agung, putra Raja Klungkung.

Pertempuran pun terjadi di antara kedua belah pihak. Pasukan Klungkung yang lebih banyak dan lebih berani, tetapi kurang terlatih dan bersenjatakan tradisional, berusaha untuk menghalau pasukan Belanda yang lebih sedikit tetapi lebih terlatih dan bersenjatakan modern.

Pertempuran ini berlangsung selama beberapa hari, dengan korban jiwa yang banyak dari kedua belah pihak.

Pada tanggal 28 Mei 1849, pasukan Belanda berhasil menembus pertahanan pasukan Klungkung dan mendekati puri Klungkung, tempat tinggal Raja Klungkung.

Raja Klungkung, yang tidak mau menyerah dan tidak mau hidup dalam penjajahan, memilih untuk melakukan puputan bersama keluarga dan pengikutnya.

Mereka membakar puri dan menyerbu pasukan Belanda dengan senjata tajam, sambil meneriakkan kata-kata "merdeka atau mati".

Mereka semua gugur dalam pertempuran ini, termasuk Raja Klungkung dan I Gusti Ngurah Made Agung.

Dengan jatuhnya puri Klungkung, Belanda mengklaim kemenangan dalam Perang Bali III.

Demikian,latar belakang utama perlawanan berbagai kerajaan yang ada di Bali tahun 1846, 1848, dan 1849.

Artikel Terkait