Intisari-Online.com -Peristiwa mengerikan terjadi pada 25 Januari 1981, yaitu tenggelamnya kapal Tampomas II.
Selain ratusan orang meninggal dunia, kecelakaan ini mengangkat "pamor" Kepulauan Masalembo yang berada di sebelah timur laut Pulau Madura.
Bagaimana peristiwa ini terjadi?
Minggu, 25 Januari 1981,Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Tampomas II tenggelam di perairan Masalembo, Laut Jawa.
KMP Tampomas yang dikelola oleh PT Pelni merupakan salah satu kapal laut yang melayani penumpang antarpulau.
Kapal ini pernah digunakan untuk melayani perjalanan haji.
Harian Kompas pada 27 Januari 1981 melaporkan,kapal penumpang Tampomas II milik PT Pelni terbakar pada hari Minggu sekitar pukul 23.00 Wita.
Lokasinya sekitar 220 mil laut menuju pelabuhan Ujungpandang.
Kapal itu berangkat dari Jakarta dengan membawa 1.054 penumpang dan 82 awak kapal.
Namun, ketika berada di perairan dekat Kepulauan Masalembu, sebelah utara Pulau Kangean, Jawa Timur, kapal itu mengalami kebakaran.
Menurut Sekditjen Perhubungan Laut kala itu, Fanny Habibie, dalam keadaan cuaca yang jelek itu penumpang mengalami kepanikan sehingga beberapa orang terjun ke laut.
Kapal Pelni atau kapal lain yang ada di sekitar kapal Tampomas II diperintahkan untuk mendekat dan memberikan pertolongan.
Beberapa kapal di antaranya adalah Wayabula, Ilmanul, Brantas, dua kapal penyapu ranjau TNI AL, dan sebuah kapal navigasi Perhubungan Laut.
Dilansir Harian Kompas, 28 Januari 1981, kapal Tampomas II akhirnya tenggelam pada 27 Januari 1981 pukul 12.42 WIB (13.42 WIT) meskipun berbagai usaha penyelamatan dilakukan.
Kapal berbobot mati 2.420 ton itu tenggelam di Selat Makassar dekat Pulau Masalembo, sekitar 22 mil laut menjelang pelabuhan tujuan Ujungpandang.
Hingga 27 Januari 1981 malam hari, terdapat 566 orang yang berhasil diselamatkan ke atas kapal-kapal yang datang menolong.
Kapal Tampomas II meninggalkan Jakarta sekitar pukul 19.00 pada 24 Januari 1981 dan diharapkan tiba di pelabuhan Ujungpandang sekitar pukul 10.00 pagi tanggal 26 Januari.
Namun, pada pukul 11 WIT diterima kabar bahwa kapal tersebut mengalami musibah dan terbakar.
Penyelamatan terkendala cuaca buruk.
Pesawat Albatros UF-Skuadron Udara-5 TNI AU yang lepas landas dari Bandara Juanda pada 06.35 bermaksud mendarat di perairan sekitar lokasi musibah.
Akan tetapi, gelombang besar setinggi 7-10 meter, angin kencang, dan hujan mengurungkan rencana pendaratan.
Dari udara juga terhalangi oleh kabut tebal, sehingga untuk menemukan lokasi Kapal Tampomas II, pesawat Albatros harus terbang rendah sekitar 350-500 kaki dari permukaan laut.
Tenggelamnya KM Tampomas II dikenang sebagai tragedi kemanusiaan yang sangat memilukan.
Peristiwa ini tercatat sebagai musibah terbesar dalam sejarah maritim nasional, sekaligus musibah ketiga yang tergolong terbesar di dunia saat itu.
Mengutip Harian Kompas, 26 Juni 2015, musibah ini menelan 369 jiwa, baik penumpang maupun awaknya.
Kecelakaan itu disebut berasal dari percikan api di kabin kendaraan, api itu kemudian membesar dan menjalar ke seluruh bagian kapal.
Kebakaran itu diduga akibat rendahnya disiplin penumpang dan awak kapal tentang keselamatan pelayaran, di antaranya tidak mematuhi larangan merokok di tempat-tempat tertentu, seperti kabin kendaraan, selama pelayaran.
Selain rendahnya disiplin, tenggelamnya KM Tampomas II juga akibat awak kapal tidak memahami cara dan prosedur penggunaan semua peralatan pertolongan.
Belakangan diketahui baju pelampung (life jacket) tidak dapat digunakan untuk penumpang awam serta radio portabel yang seharusnya ada di dalam sekoci tidak berada di tempatnya.
Atas keteledoran tersebut, sejumlah awak kapal mendapat sanksi administratif oleh Mahkamah Pelayaran.
Kecelakaan itu juga melambungkan nama Masalembu, yang kemudian hari dikenal sebagai Segitiga Bermuda-nya Indonesia.
Ada mitos yang dipercayai oleh penduduk lokal terkait Masalembu.
Di Masalembu ada mitos tentang kekuasaan Ratu Malaka.
Konon pada masa lalu, perairan Masalembu dikuasai oleh makhluk halus dan siluman yang berkumpul.
Sehingga ketika melewati tempat tersebut, nenek moyang memerlukan sesajen dan sesembahan agar bisa selamat.
Selain tenggelamnya Kapal Tampomas II, kecelakaan lain yang terjadi di perairan tersebut adalah kecelakaan pesawat Adam Air 574 pada Januari 2007.
Pesawat itu membawa 96 penumpang dan 6 orang awak pesawat yang semuanya dinyatakan meninggal dunia.
Adam Air KI 574 tujuan Manado, Sulawesi Utara lepas landas dari Bandara Juanda pada pukul 12.59 WIB dan dijadwalkan mendarat di Manado pukul 16.14 WITA.
Sayangnya, pesawat itu tak pernah tiba di Manado.
Diberitakan Harian Kompas, 2 Januari 2007, Adam Air KI 574 putus kontak dengan radar Air Traffic Centre (ATC) Bandara Makassar, Sulawesi Selatan sekitar 1 jam 7 menit setelah terbang.
Pada saat putus kontak, posisi pesawat berada pada 85 mil laut (157,42 kilometer) sebelah barat laut Makassar dengan ketinggian 35.000 kaki (10.668 meter).
Sampai hari itu, pukul 00.00, posisi pesawat Adam Air KI 574 belum diketahui.
Namun, radar milik Singapura menangkap pancaran emergency locator beacon (elba) di Rantepao, Tanatoraja, Sulawesi Selatan, dengan titik koordinat 3.135.257 Lintang Selatan/119.917 Bujur Timur.
Pencarian sempat menunjukkan titik terang saat ekor pesawat Adam Air ditemukan seorang nelayan Majene pada 11 Januari 2007.
Kotak hitam pesawat Adam Air KI 574 baru ditemukan pada hari ke-25 pencarian, dan setelah itu pencarian pun dihentikan.
Itulah artikel tentangPeristiwa Tenggelamnya Kapal Tampomas II Melambungkan Nama Masalembo pada 25 Januari 1981, semoga bermanfaat.