Untuk mendapatkan kesaktian dari kartu ceki dalam meramal dan memelet bukanlah sesuatu yang mudah.
Ia membutuhkan ritual-ritual khusus yang sangat berat.
Di antaranya harus menaruh kartu lintrik pada tengah malam di kuburan leluhur yang di masa mudanya juga punya ilmu lintrik.
Ritual itu harus dilakukan pada malam Jumat Legi.
Kenapa malam Jumat Legi, menurut tesis itu karena malam itu adalah malam yang penuh dengan kekeramatan dan mempunyai daya magis.
Kartu lintrik itu harus dibungkus dengan kain putih atau kain kafan dan diambil menjelang fajar.
Tapi ada juga yang mengambilnya pada malam Jumat Legi berikutnya.
Pemilihan makam leluhur yang punya ilmu lintrik saat masih hidup adalah untuk "ngecep ilmu" alias menyedot ilmu.
Ritual selanjutnya adalah mengelilingi rumah.
Kartu lintrik kemudian harus disangrai dalam bejana yang terbuat dari tanah liat dengan api yang berasal dari daun-daun yang ada di sekitar rumah.
Saat menyangrai, kartu lintrik harus dicampur dengan bahan-bahan yang menciptakan sensai gatal seperti tanaman kemadu, sekam, serbuk padi, berbagai jenis duri, dan cabai.
Kartu itu disangrai sebentar saja.
Kenapa harus dicampur dengan bahan-bahan yang bisa menciptakan sensasi gatal, masih menurut tesis itu, tujuannya untuk membuat orang yang dipelet terasa ketagihan dan akan datang ke orang yang memeletnya.
Setelah semua ritual kelar, kartu lintrik itu baru bisa digunakan.
Tapi satu hal yang harus diperhatikan, kartu lintrik yang sudah ada di tangan dukun tidak boleh dipegang atau disentuh oleh pasien lawan jenis karena daya magisnya akan hilang.
Masih menurut tesis itu, ilmu lintrik awalnya dipraktikkan oleh para pekerja seks komersial untuk menggaet para pelanggan, juga para istri kedua atau ketiga.
Itulah sekilas tentang ilmu lintrik, ilmu pengasih yang dipraktikkan oleh Abdul Rahman, tersangka kasus mutilasi Adrian Prawono.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR