Intisari-online.com - Gunung Merapi, salah satu gunung berapi paling aktif di Indonesia, kembali menunjukkan aktivitasnya dengan mengeluarkan awan panas guguran pada Kamis (6/1/2024) malam.
Jarak luncur awan panas guguran mencapai 1.600 meter ke arah barat daya (Kali Bebeng).
Ini merupakan salah satu dari serangkaian erupsi yang terjadi sejak awal tahun 2024.
Gunung Merapi memiliki siklus letusan yang tidak bisa ditebak.
Dalam catatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, tercatat sejak tahun 1600-an Gunung Merapi meletus lebih dari 80 kali atau rata-rata sekali meletus dalam 4 tahun.
Namun, terkadang Gunung Merapi juga mengalami istirahat panjang hingga 18 tahun.
Letusan Gunung Merapi termasuk tipe vulkanian, yaitu erupsi yang bersifat eksplosif dengan tingkat eksplosivitas dari lemah ke katastropik.
Magma yang membentuk erupsi tipe vulkanian bersifat antara basa dan asam dari andesit ke dasit.
Erupsi terjadi karena lubang kepundan tertutup oleh sumbat lava atau magma yang membeku di pipa magma setelah kejadian erupsi.
Hal ini menyebabkan material hancuran dari puncak gunung api dan material baru dari magma yang keluar terlontar ke udara.
Erupsi vulkanian menimbulkan bahaya berupa guguran lava, lontaran material, dan awan panas yang dapat meluncur jauh dan cepat.
Baca Juga: Mengungkap Sejarah Kapan Letusan Gunung Krakatau Terjadi Hingga Membelah Nusantara
Awan panas adalah campuran gas panas, abu, dan material vulkanik yang bergerak dengan kecepatan tinggi di permukaan tanah.
Awan panas dapat mencapai suhu lebih dari 500°C dan kecepatan lebih dari 100 km/jam.
Awan panas dapat menghancurkan segala sesuatu yang dilaluinya, termasuk manusia dan bangunan.
Salah satu letusan Gunung Merapi yang paling dahsyat terjadi pada tahun 1930.
Letusan ini menghasilkan awan panas yang meluncur hingga 20 kilometer ke arah barat.
Akibatnya, 13 desa terkubur, 23 desa yang dilalui awan panas rusak, dan menewaskan 1.369 penduduk.
Salah satu desa yang lenyap akibat letusan ini adalah Kampung Siluman, yang terletak di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM).
Konon, hanya ada satu pasangan yang selamat dari bencana ini.
Kini, bekas kampung tersebut menjadi hutan pinus yang dihuni oleh monyet.
Letusan Gunung Merapi yang terjadi pada tahun 2024 ini masih jauh dari skala letusan tahun 1930.
Namun, masyarakat di sekitar Gunung Merapi tetap harus waspada dan mengikuti arahan dari pihak berwenang.
Baca Juga: Inilah Tantangan Yang Dihadapi Oleh Masyarakat yang Tinggal di Daerah Gunung Api Aktif!
Status Gunung Merapi saat ini masih Siaga atau level III.
Potensi bahaya saat ini berupa guguran lava dan awan panas pada sektor selatan-barat daya meliputi Sungai Boyong sejauh maksimal 5 km, Sungai Bedog, Krasak, Bebeng sejauh maksimal 7 km, Sungai Woro sejauh maksimal 3 km, dan Sungai Gendol sejauh maksimal 5 km.
Masyarakat diimbau untuk tidak melakukan kegiatan apapun di daerah potensi bahaya.
Selain itu, masyarakat juga harus mewaspadai potensi lahar dingin di sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi, terutama saat terjadi hujan.