Baca Juga: Uang VOC, Oeang Republik, dan Rupiah, Sejarah Uang di Indonesia dari Zaman Kolonial hingga Reformasi
Sistem barter memiliki beberapa kelebihan, seperti tidak memerlukan biaya produksi, tidak mengalami inflasi, dan tidak memerlukan otoritas pusat.
Namun, sistem ini juga memiliki banyak kelemahan, seperti sulitnya menentukan nilai tukar yang setara, sulitnya menyimpan barang yang ditukar, sulitnya mencari orang yang memiliki kebutuhan dan keinginan yang sama, dan rentan terhadap kecurangan dan konflik.
Zaman Kuno: Uang Komoditas
Seiring dengan berkembangnya peradaban manusia, sistem barter mulai digantikan oleh uang komoditas, yaitu benda-benda yang memiliki nilai intrinsik atau nilai guna, seperti emas, perak, garam, gandum, kulit binatang, dan lain-lain.
Uang komoditas pertama kali digunakan oleh bangsa Lydia, yang hidup di wilayah Turki pada abad ke-6 SM.
Mereka menciptakan uang koin dari campuran emas dan perak yang disebut electrum. Uang koin ini memiliki bentuk seperti kacang polong dan memiliki lambang singa sebagai simbol kerajaan Lydia.
Uang komoditas memiliki beberapa keunggulan, seperti mudah dibawa, mudah dibagi, mudah dihitung, dan memiliki nilai yang stabil.
Namun, uang komoditas juga memiliki beberapa kekurangan, seperti sulitnya menentukan kadar kemurnian dan beratnya, mudah hilang atau dicuri, dan memerlukan tempat penyimpanan yang aman.
Zaman Klasik: Uang Logam
Perkembangan selanjutnya dari uang komoditas adalah uang logam, yaitu benda-benda yang dibuat dari logam mulia, seperti emas, perak, dan tembaga, yang dicetak dengan gambar atau tulisan tertentu.
Baca Juga: Mengenal 5 Perusahaan Batu Bara Terbesar di Kalimantan, Siapa Paling Cuan?
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR