Setiap anak akan menaruh sepatunya yang diisi wortel, jerami, atau gula di dekat cerobong asap untuk kuda terbang milik Dewa Odin agar kuda itu memakannya.
Sebagai balasannya, Dewa Odin akan mengisi sepatu-sepatu itu dengan makanan, hadiah, atau permen.
Hingga kini, praktik ini masih berlangsung di Jerman, Belgia, dan Belanda yang kemudian digabungkan dengan perayaan St. Nicholas.
Dikatakan bahwa anak-anak masih mengisi sepatu di cerobong asap setiap malam musim dingin dengan harapan Dewa Odin atau St. Nicholas akan mengisi sepatu itu dengan hadiah atau makanan.
Selanjutnya, praktik ini kemudian berkembang di Amerika Serikat yang berevolusi menjadi menggantung kaus kaki atau kaus kaki natal di dekat cerobong asap.
Kisah ini kemudian disebut-sebut sebagai asal mula tradisi menggantung kaus kaki setiap perayaan Natal.
Sinterklas dalam perayaan Natal
Walaupun St. Nicholas meninggal pada 6 Desember, namun Sinterklas masih identik dengan Natal yang dipadukan dengan kelahiran Yesus Kristus pada 25 Desember.
Sinterklas dihormati dalam Natal karena ia memiliki sifat dermawan yang selalu siap membantu siapa saja yang memerlukan.
Sinterklas sering menyebarkan pesan baik, sehingga selalu diikutsertakan dalam perayaan Natal.
Pada intinya, tujuan dari keterlibatan Sinterklas dalam Natal adalah untuk mengajarkan kepada anak-anak bahwa mereka harus menyebarkan semangat dan bermurah hati kepada siapa saja untuk meraih kebahagiaan.
Demikianlah sejarah Santa Claus atau Sinterklas, yang memiliki latar belakang yang beragam dan menarik. Semoga artikel ini dapat memberikan Anda wawasan baru tentang tokoh yang selalu hadir dalam perayaan Natal ini.
Baca Juga: 35 Ucapan Selamat Natal untuk Bos, Simpel Namun Menyentuh Hati
KOMENTAR