Intisari-Online.com -Anda mungkin pernah mendengar nama Sultan Ageng Tirtayasa, salah satu raja di Nusantara yang berani melawan penjajahan VOC di Indonesia.
Namun, tahukah Anda bahwa beliau juga menghadapi konflik internal yang mengguncang Kesultanan Banten dengan Sultan Haji?
Lalu,bagaimana konflik yang terjadi antara Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji yang merupakan putranya sendiri?
Simak latar belakang dan akhir dari konflik sengit ayah-anak tersebut dalam artikel berikut ini.
Sultan Haji bersekongkol dengan VOC
Konflik antara Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji bermula dari ambisi Sultan Haji untuk menggantikan ayahnya dengan bantuan VOC.
Sultan Ageng Tirtayasa adalah salah satu raja di Nusantara yang gigih melawan penjajahan VOC di Indonesia.
Pada 1652, Sultan Ageng Tirtayasa menyerbu VOC di Jakarta, yang menyebabkan pertempuran sengit antara Kesultanan Banten dan Belanda.
Sultan Ageng Tirtayasa berperan aktif dalam mempertahankan Kesultanan Banten dengan melakukan aksi sabotase dan pengrusakan terhadap kebun tebu dan pabrik-pabrik penggilingan VOC pada 1656.
Pasukan Banten juga menghanguskan kampung-kampung yang menjadi benteng Belanda.
Baca Juga: Apakah yang Menyebabkan Perpindahan Kerajaan Mataram Kuno ke Daerah timur Pulau Jawa?
Dengan tekadnya, Sultan Ageng Tirtayasa berhasil merebut sejumlah kapal VOC dan beberapa pos strategis.
Namun, sayangnya, putranya, Sultan Haji, tidak mendukung perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa melawan VOC.
Melihat hal ini, utusan Belanda, W. Caeff, mencoba merayu Sultan Haji, yang dianggap mudah dipengaruhi.
Saat itu, Sultan Haji mendapat kepercayaan dari ayahnya untuk mengelola urusan dalam negeri kerajaan.
Sementara itu, Sultan Ageng Tirtayasa mengelola urusan luar negeri kerajaan bersama salah seorang putranya yang lain.
Terpengaruh oleh bujukan Belanda, Sultan Haji menuduh bahwa pembagian tugas yang diberikan Sultan Ageng Tirtayasa adalah cara untuk mengasingkannya dari tahta kesultanan.
Akhirnya, Sultan Haji berkhianat dan bersekutu dengan VOC, dan menjadi lawan ayahnya sendiri.
Kerja sama Sultan Haji dan VOC
Setelah berkhianat dan bersekutu dengan VOC, Sultan Haji mencoba merebut kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa atas Kesultanan Banten.
Namun, sebagai balasan membantu Sultan Haji mendapatkan kekuasaan Banten, Belanda menetapkan empat syarat, yaitu:
* Cirebon diserahkan kepada VOC* VOC berhak untuk memonopoli perdagangan lada di Banten dan mengusir pedagang lain* Jika perjanjian dilanggar, Banten harus membayar 600.000 ringgit kepada VOC* Pasukan Banten yang menguasai daerah pantai dan pedalaman Priangan harus ditarik
Baca Juga: Bagaimana Corak Agama yang Dianut di Kerajaan Tarumanegara?
Walaupun perjanjian ini melemahkan Kesultanan Banten, Sultan Haji tetap menyetujuinya.
Pertempuran sengit
Setelah perjanjian antara Sultan Haji dan VOC disepakati, pertempuran antara Sultan Haji dan Sultan Ageng Tirtayasa terjadi.
Pertempuran berlangsung dengan dahsyat, karena Sultan Ageng Tirtayasa tidak menyerah melawan putranya yang dibantu VOC.
Namun, pada akhirnya, Sultan Ageng Tirtayasa ditawan oleh VOC dan dipenjara di Batavia sampai meninggal pada 1692.
Setelah ayahnya ditawan, keinginan Sultan Haji untuk naik tahta Kesultanan Banten terwujud.
Meskipun demikian, masa kekuasaan Sultan Haji menandai kemerosotan Kesultanan Banten, karena perjanjiannya dengan VOC sangat merugikan kerajaan.
Demikianlah artikel tentang bagaimana konflik yang terjadi antara Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji, yang melibatkan VOC.
Semoga artikel ini dapat memberikan Anda wawasan tentang sejarah Kesultanan Banten, dan menginspirasi Anda untuk lebih menghargai perjuangan para pahlawan bangsa.
Baca Juga: Upaya Apa yang Dapat Dilakukan untuk Menjaga Kelestarian Lingkungan Tempat Tinggal Sekitar?