Dia juga menekankan, pada akhirnya, yang menentukan presiden dan wakil presiden terpilih adalah rakyat dengan hak pilihnya.
"Saya tidak pernah berkecil hati sedikit pun, terhadap fitnah yang menerpa saya, namun fitnah keji yang menerpa saya, bahwa saya memutus perkara tertentu berdasarkan kepentingan pribadi dan keluarga, hal itulah yang harus diluruskan," tuturnya.
Langgar aturan
Selain itu, Anwar juga menuding bahwa MKMK telah menyalahi berbagai ketentuan selama memeriksa dugaan pelanggaran etik menyangkut dirinya dan para hakim konstitusi.
Pertama, Anwar menyoroti MKMK yang menggelar sidang pemeriksaan para pelapor secara terbuka.
"Saya menyayangkan proses peradilan etik yang seharusnya tertutup sesuai dengan Peraturan MK, dilakukan secara terbuka. Hal itu secara normatif, tentu menyalahi aturan," kata Anwar.
"Dan tidak sejalan dengan tujuan dibentuknya Majelis Kehormatan, yang ditujukan untuk menjaga keluhuran dan martabat Hakim Konstitusi, baik secara individual, maupun secara institusional," tambahnya.
Ketika mengawali rangkaian sidang pemeriksaan, Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie mengakui bahwa Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 tentang MKMK mengatur bahwa sidang etik semestinya tertutup.
Namun, Jimly meminta persetujuan para pelapor agar sidang pemeriksaan pelapor dibuka demi transparansi dan akhirnya disetujui.
Kedua, Anwar juga mempersoalkan sanksi yang dijatuhkan MKMK atas dirinya, yaitu pemberhentian dari jabatan Ketua MK.
Padahal, Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 hanya mengatur 3 jenis sanksi, yaitu teguran lisan, tertulis, dan pemberhentian tidak dengan hormat.
"Meski dengan dalih melakukan terobosan hukum, dengan tujuan mengembalikan citra MK di mata publik, hal tersebut tetap merupakan pelanggaran norma, terhadap ketentuan yang berlaku," kata Anwar.
Sementara itu, dalam pertimbangannya, MKMK menjatuhkan sanksi berupa pencopotan dari Ketua MK karena sejumlah hal.
MKMK sepakat dengan keterangan eks Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna bahwa terdapat kesenjangan antara sanksi teguran tertulis (pelanggaran sedang) dan pemberhentian tidak dengan hormat (pelanggaran berat).
MKMK menganggap, sanksi yang mereka jatuhkan kepada Anwar memenuhi unsur proporsionalitas.
Selain itu, Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 menyatakan, hakim yang diberhentikan tidak hormat harus diberi kesempatan membela diri melalui Majelis Kehormatan Banding.
Ini dianggap bakal membuat putusan etik MKMK tidak final, padahal Indonesia membutuhkan kepastian hukum lantaran pencalonan presiden sudah di depan mata.
Adanya banding akan membuat persoalan berlarut-larut.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR