Intisari-online.com - Nikel adalah logam putih keperakan yang memiliki banyak manfaat, terutama untuk industri baja tahan karat dan baterai kendaraan listrik.
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil nikel terbesar di dunia dengan cadangan nikel mencapai miliaran ton.
Tambang nikel di Indonesia tersebar di tujuh provinsi, yaitu Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.
Artikel ini akan mengulas tentang sejarah, lokasi, dan dampak dari tambang nikel di tiga pulau besar di Indonesia Timur, yaitu Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Sulawesi
Sulawesi memiliki potensi cadangan nikel terbesar di Indonesia, yaitu sekitar 2,6 miliar ton bijih.
Tambang nikel di Sulawesi tersebar di tiga provinsi, yaitu Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan.
Sulawesi Tenggara merupakan provinsi dengan luas tambang nikel terbesar di Indonesia, yaitu sekitar 198.624 hektare.
Beberapa wilayah yang menjadi penghasil nikel di Sultra antara lain Kolaka, Konawe Selatan, Konawe Utara, Bombana, dan Buton.
Salah satu perusahaan tambang nikel terbesar di Sultra adalah PT Vale Indonesia Tbk (INCO), yang beroperasi sejak tahun 1968 dan memiliki konsesi seluas 190.510 hektare.
Perusahaan ini mengolah bijih nikel menjadi matte nikel yang diekspor ke Jepang dan Korea Selatan.
Sulawesi Tengah juga memiliki potensi tambang nikel yang cukup besar, yaitu sekitar 115.397 hektare.
Baca Juga: Nikel, Emas, dan Tembaga, Tiga Komoditas Mineral Andalan Indonesia di Pasar Global
Wilayah yang menjadi penghasil nikel di Sulteng antara lain Morowali Utara, Morowali Selatan, Banggai Laut, Banggai Kepulauan, dan Tojo Una-Una.
Salah satu perusahaan tambang nikel terbesar di Sulteng adalah PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), yang beroperasi sejak tahun 2013 dan memiliki konsesi seluas 2.000 hektare.
Perusahaan ini mengolah bijih nikel menjadi feronikel dan stainless steel yang diekspor ke China dan Eropa.
Sulawesi Selatan memiliki potensi tambang nikel yang relatif kecil dibandingkan dua provinsi lainnya di Sulawesi, yaitu sekitar 7.163 hektare.
Wilayah yang menjadi penghasil nikel di Sulsel antara lain Luwu Timur dan Luwu Utara.
Salah satu perusahaan tambang nikel terbesar di Sulsel adalah PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), yang beroperasi sejak tahun 1975 dan memiliki konsesi seluas 1.265 hektare.
Perusahaan ini mengolah bijih nikel menjadi feronikel yang diekspor ke Jepang dan Korea Selatan.
Tambang nikel di Sulawesi memiliki dampak positif dan negatif bagi lingkungan dan masyarakat.
Dampak positifnya antara lain meningkatkan perekonomian daerah melalui peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal, dan mendukung program hilirisasi industri pertambangan nasional.
Dampak negatifnya antara lain menimbulkan pencemaran udara, air, dan tanah akibat limbah tambang, merusak ekosistem hutan dan laut akibat pembukaan lahan tambang, dan menimbulkan konflik sosial akibat sengketa lahan antara perusahaan tambang dengan masyarakat adat.
Maluku
Maluku memiliki potensi cadangan nikel kedua terbesar di Indonesia setelah Sulawesi, yaitu sekitar 1,4 miliar ton bijih.
Tambang nikel di Maluku tersebar di dua provinsi, yaitu Maluku dan Maluku Utara.
Baca Juga: Indonesia, Negara Kaya Raya dengan Cadangan Mineral Terbesar di Dunia, Fakta atau Mitos?
Maluku Utara merupakan provinsi dengan luas tambang nikel terbesar kedua di Indonesia setelah Sulawesi Tenggara, yaitu sekitar 156.197 hektare.
Beberapa wilayah yang menjadi penghasil nikel di Malut antara lain Halmahera Timur, Halmahera Barat, Halmahera Selatan, Halmahera Utara, dan Pulau Obi.
Salah satu perusahaan tambang nikel terbesar di Malut adalah PT Weda Bay Nickel (WBN), yang beroperasi sejak tahun 2006 dan memiliki konsesi seluas 36.000 hektare.
Perusahaan ini mengolah bijih nikel menjadi matte nikel yang diekspor ke China dan Eropa.
Maluku memiliki potensi tambang nikel yang relatif kecil dibandingkan Maluku Utara, yaitu sekitar 4.389 hektare.
Wilayah yang menjadi penghasil nikel di Maluku antara lain Seram Bagian Barat, Buru Selatan, dan Kepulauan Aru.
Salah satu perusahaan tambang nikel terbesar di Maluku adalah PT Bintang Delapan Mineral (BDM), yang beroperasi sejak tahun 2008 dan memiliki konsesi seluas 1.500 hektare.
Perusahaan ini mengolah bijih nikel menjadi feronikel yang diekspor ke China dan Eropa.
Tambang nikel di Maluku juga memiliki dampak positif dan negatif bagi lingkungan dan masyarakat.
Dampak positifnya antara lain meningkatkan perekonomian daerah melalui peningkatan PAD, membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal, dan mendukung program hilirisasi industri pertambangan nasional.
Dampak negatifnya antara lain menimbulkan pencemaran udara, air, dan tanah akibat limbah tambang, merusak ekosistem hutan dan laut akibat pembukaan lahan tambang, dan menimbulkan konflik sosial akibat sengketa lahan antara perusahaan tambang dengan masyarakat adat.
Baca Juga: Mengapa Dunia Mengincar Mineral Indonesia? Fakta dan Data yang Perlu Anda Ketahui
Papua
Papua memiliki potensi cadangan nikel terkecil di Indonesia dibandingkan Sulawesi dan Maluku, yaitu sekitar 60 juta ton bijih.
Tambang nikel di Papua tersebar di dua provinsi, yaitu Papua dan Papua Barat.
Papua Barat memiliki luas tambang nikel lebih besar dari Papua, yaitu sekitar 22.636 hektare.
Wilayah yang menjadi penghasil nikel di Papua Barat antara lain Teluk Bintuni, Teluk Wondama, Manokwari Selatan, Manokwari Barat, dan Sorong Selatan.
Salah satu perusahaan tambang nikel terbesar di Papua Barat adalah PT Gag Nikel (GN), yang beroperasi sejak tahun 1997 dan memiliki konsesi seluas 19.237 hektare.
Perusahaan ini mengolah bijih nikel menjadi matte nikel yang diekspor ke Jepang dan Korea Selatan.
Papua memiliki luas tambang nikel lebih kecil dari Papua Barat, yaitu sekitar 16.470 hektare.
Wilayah yang menjadi penghasil nikel di Papua antara lain Mimika, Paniai, Nabire, Intan Jaya, Deiyai, Dogiyai, dan Mamberamo Raya.
Salah satu perusahaan tambang nikel terbesar di Papua adalah PT Freeport Indonesia (FI), yang beroperasi sejak tahun 1967 dan memiliki konsesi seluas 10.000 hektare.
Perusahaan ini mengolah bijih tembaga yang mengandung emas dan perak serta sedikit nikel menjadi konsentrat tembaga yang diekspor ke Jepang, Korea Selatan, India, China, Filipina, Spanyol, Chili, Kanada, Finlandia, Jerman, Australia, Inggris, Belanda, Singapura, Malaysia, Thailand, Taiwan dan Indonesia.
Tambang nikel di Papua juga memiliki dampak positif dan negatif bagi lingkungan dan masyarakat.
Dampak positifnya antara lain meningkatkan perekonomian daerah melalui peningkatan PAD, membuka lapangan pekerjaan.