Pertempuran sengit berlangsung selama beberapa tahun, hingga akhirnya Belanda berhasil mengalahkan Palembang pada tahun 1718.
Sultan Agung Mahmud Badaruddin II terpaksa menandatangani perjanjian dengan Belanda, yang memberikan hak monopoli perdagangan timah kepada Belanda dan mengharuskan Palembang membayar upeti setiap tahunnya.
Konflik ketiga terjadi pada tahun 1818, ketika Sultan Mahmud Badaruddin III memberontak melawan Belanda karena merasa tidak puas dengan perlakuan Belanda terhadap Palembang.
Sultan Mahmud Badaruddin III mendapat dukungan dari rakyat Palembang dan beberapa pangeran dari Jawa.
Namun, pemberontakan ini berhasil dipadamkan oleh Belanda pada tahun 1821.
Sultan Mahmud Badaruddin III ditangkap dan dibuang ke Ternate, sedangkan Palembang dijadikan sebagai bagian dari Hindia Belanda.
Konflik terakhir terjadi pada tahun 1856, ketika Pangeran Raden Saleh, putra Sultan Mahmud Badaruddin III, mencoba untuk merebut kembali tahta Palembang dari tangan Belanda.
Pangeran Raden Saleh mendapat bantuan dari Inggris, yang saat itu berseteru dengan Belanda karena masalah perbatasan di Kalimantan.
Namun, usaha Pangeran Raden Saleh gagal karena Belanda mendapat bantuan dari Kesultanan Banjar dan Kesultanan Siak.
Pangeran Raden Saleh ditawan dan dibuang ke Cianjur, sedangkan Palembang tetap berada di bawah kekuasaan Belanda hingga kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.
Demikianlah artikel tentang Perjuangan dan Kejatuhan Kesultanan Palembang: Kisah Konflik dengan Belanda dan Inggris.
Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan Anda tentang sejarah Nusantara.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR