Intisari-online.com - Sultan Hamengkubuwono IX adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah Indonesia.
Ia tidak hanya memimpin Keraton Yogyakarta sebagai Sultan kesembilan, tetapi juga berperan aktif dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan bangsa.
Kemudian juga dikenal sebagai Bapak Pramuka Indonesia dan pernah menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia kedua.
Sultan Hamengkubuwono IX lahir dengan nama Gusti Raden Mas Dorodjatun di Ngasem, Yogyakarta, pada 12 April 1912.
Ia adalah putra dari Sultan Hamengkubuwono VIII dan Raden Ajeng Kustilah.
Sejak usia dua tahun, ia sudah menyandang gelar Putra Mahkota Yogyakarta.
Ia mendapatkan pendidikan formal di sekolah-sekolah Belanda, seperti Neutrale Hollands Javaanse Jongens School dan Algemene Middelbare School.
Ia juga melanjutkan studinya di Belanda, di Fakultas Hukum Universitas Leiden.
Pada tahun 1939, ia kembali ke Hindia Belanda dan menikah dengan Gusti Kanjeng Ratu Pembayun, putri dari Mangkunegara VII.
Pada tahun berikutnya, ia dinobatkan sebagai Sultan Yogyakarta kesembilan menggantikan ayahnya yang mangkat.
Ia mengambil nama Hamengkubuwono IX, yang berarti "pemelihara dunia".
Sebagai Sultan Yogyakarta, ia menghadapi tantangan besar ketika Perang Dunia II meletus.
Ia harus berhadapan dengan penjajahan Belanda dan kemudian Jepang.
Kemudian mencoba untuk menjaga kepentingan rakyatnya dengan melakukan diplomasi dan kerjasama dengan kedua penjajah tersebut.
Namun, ia juga menyelundupkan senjata dan bahan peledak untuk para pejuang kemerdekaan Indonesia.
Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Sultan Hamengkubuwono IX menjadi salah satu penguasa daerah pertama yang mendukungnya.
Ia mengeluarkan maklumat pada 5 September 1945 yang menyatakan bahwa Keraton Yogyakarta bergabung dengan Republik Indonesia.
Ia juga membentuk Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) di Yogyakarta untuk mengkoordinasikan perjuangan melawan penjajah.
Sultan Hamengkubuwono IX juga berperan penting dalam masa Revolusi Nasional Indonesia. Ia menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Ia juga menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
Kemudian pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri dalam Kabinet Natsir pada tahun 1950-1951.
Saat Agresi Militer Belanda II terjadi pada tahun 1948-1949, Yogyakarta menjadi ibu kota negara sementara setelah Jakarta diduduki oleh Belanda.
Baca Juga: Sosok Mohammad Hatta, Wakil Presiden Pertama yang Berusia 43 Tahun dan Menjabat Selama 11 Tahun
Sultan Hamengkubuwono IX bersama Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta memimpin perlawanan dari istana keratonnya.
Ketika Belanda menyerbu Yogyakarta pada 19 Desember 1948, ia berhasil lolos dari penangkapan dan bergabung dengan gerilyawan di pegunungan.
Pada 1 Maret 1949, ia memerintahkan Serangan Umum ke Yogyakarta untuk merebut kembali ibu kota dari tangan Belanda.
Serangan ini berhasil menggemparkan dunia dan meningkatkan simpati internasional terhadap Indonesia.
Serangan ini juga mempercepat proses perundingan yang akhirnya menghasilkan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada tahun 1949.
Setelah kemerdekaan Indonesia diakui, Sultan Hamengkubuwono IX tetap aktif dalam dunia politik dan pemerintahan.
Ia menjadi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang pertama pada tahun 1950 dan menjabat hingga tahun 1988.
Kemudian juga menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Ia pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri dalam Kabinet Ampera I dan II pada tahun 1966-1973.
Pada tahun 1973, ia terpilih sebagai Wakil Presiden Indonesia kedua bersama Presiden Soeharto.
Beliau menjabat selama satu periode hingga tahun 1978.
Baca Juga: Sosok Mohammad Hatta, Wakil Presiden Pertama yang Berusia 43 Tahun dan Menjabat Selama 11 Tahun
Sebagai Wakil Presiden, ia membantu Presiden Soeharto dalam menjalankan program pembangunan nasional.
Beliau juga menjadi penasihat Presiden Soeharto dalam berbagai masalah strategis, seperti masalah Timor Timur, masalah Papua, dan masalah Aceh.
Sultan Hamengkubuwono IX juga dikenal sebagai Bapak Pramuka Indonesia.
Ia merupakan salah satu pendiri Gerakan Pramuka Indonesia pada tahun 1961.
Kemudian menjadi Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Indonesia dari tahun 1961 hingga 1988.
Ia juga menjadi Ketua Dewan Kehormatan Pramuka dari tahun 1988 hingga 1993.
Lalu banyak memberikan sumbangan dan inspirasi bagi perkembangan pramuka di Indonesia.
Sultan Hamengkubuwono IX mangkat pada 2 Oktober 1988 di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta.
Ia dimakamkan di Imogiri, Bantul, Yogyakarta, dengan upacara kenegaraan.
Kemudian digantikan oleh putranya, Sultan Hamengkubuwono X, sebagai Sultan Yogyakarta kesepuluh dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta kedua.
Sultan Hamengkubuwono IX meninggalkan banyak peninggalan bagi bangsa Indonesia.
Ia dihormati sebagai salah satu pahlawan nasional yang berjasa dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Juga dihargai sebagai salah satu pemimpin yang berintegritas, loyal, dan visioner.
Ia juga memberikan sumbangsih besar bagi pengembangan seni dan budaya Jawa, khususnya di Yogyakarta.
Sultan Hamengkubuwono IX adalah sosok yang patut dicontoh dan diteladani oleh generasi muda Indonesia.
Ia adalah contoh dari raja keraton yang menjadi wakil presiden RI.