Intisari-online.com - Nikel pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1879 oleh seorang ahli geologi Belanda bernama Reinier Cornelis Bakhuizen van den Brink.
Ia menemukan adanya bijih nikel di daerah Pomalaa, Sulawesi Tenggara.
Saat itu, ia sedang melakukan penelitian geologi di wilayah tersebut atas permintaan pemerintah kolonial Belanda.
Bakhuizen menamakan bijih nikel yang ia temukan sebagai "tembaga setan" karena warnanya yang merah dan mengkilap seperti tembaga, tetapi tidak dapat dilebur dengan cara biasa.
Juga menyadari bahwa bijih nikel ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena permintaannya yang besar di pasar dunia.
Namun, Bakhuizen tidak segera mengembangkan potensi nikel di Sulawesi.
Ia lebih tertarik pada penelitian geologi lainnya, seperti vulkanologi dan paleontologi.
Kemudian juga mengalami kesulitan dalam mendapatkan izin dari pemerintah kolonial Belanda untuk melakukan eksplorasi lebih lanjut.
Baru pada tahun 1901, Bakhuizen kembali ke Sulawesi dan melakukan survei geologi yang lebih mendalam.
Ia berhasil menemukan cadangan nikel yang lebih besar dan berkualitas di daerah Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Kemudian mengajukan permohonan konsesi pertambangan kepada pemerintah kolonial Belanda.
Pembangunan Industri Nikel di Sulawesi
Pada tahun 1908, Bakhuizen mendirikan perusahaan pertambangan nikel pertama di Indonesia dengan nama Nederlandsche Mijn Maatschappij (NMM) atau Perusahaan Tambang Belanda.
Perusahaan ini mendapatkan hak eksklusif untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi nikel di Sulawesi selama 75 tahun.
NMM kemudian membangun infrastruktur pertambangan nikel di Sulawesi, seperti jalan, pelabuhan, rel kereta api, dan pabrik peleburan.
Perusahaan ini juga merekrut tenaga kerja lokal dan membawa ahli-ahli dari Belanda untuk mengoperasikan fasilitas-fasilitas tersebut.
Pada tahun 1910, NMM mulai mengekspor bijih nikel ke Eropa dan Amerika Serikat.
Nikel menjadi salah satu komoditas ekspor utama Indonesia saat itu.
Pada tahun 1938, produksi nikel Indonesia mencapai 10% dari produksi nikel dunia.
Namun, industri nikel Indonesia tidak berjalan mulus. Perusahaan ini menghadapi berbagai tantangan, seperti perang dunia, persaingan pasar, konflik sosial, dan masalah lingkungan.
Berikut adalah beberapa peristiwa penting yang terjadi dalam sejarah industri nikel Indonesia:
- Pada tahun 1942-1945, Jepang menguasai Indonesia dan mengambil alih operasi pertambangan nikel dari NMM. Jepang menggunakan nikel untuk keperluan perang mereka, seperti membuat senjata dan pesawat terbang.
- Pada tahun 1950-1960, Indonesia merdeka dari Belanda dan mulai menuntut hak atas sumber daya alamnya. Pemerintah Indonesia melakukan negosiasi dengan NMM untuk mendapatkan bagian yang lebih besar dari keuntungan pertambangan nikel.
- Pada tahun 1968-1975, pemerintah Indonesia mengambil alih sepenuhnya operasi pertambangan nikel dari NMM. Pemerintah Indonesia mendirikan perusahaan BUMN bernama PT Aneka Tambang (Antam) untuk mengelola industri nikel di Indonesia.
- Pada tahun 1976-1990, Antam melakukan ekspansi dan diversifikasi bisnis nikel. Antam tidak hanya mengekspor bijih nikel mentah, tetapi juga mengolahnya menjadi produk-produk bernilai tambah, seperti feronikel, nikel matte, dan nikel pig iron. Antam juga membuka tambang-tambang nikel baru di daerah lain, seperti Maluku dan Papua.
- Pada tahun 1991-2000, Antam menghadapi krisis ekonomi dan politik yang melanda Indonesia. Harga nikel di pasar dunia anjlok akibat persaingan dengan produsen-produsen lain, seperti Australia, Kanada, dan Rusia. Antam juga terkena dampak dari reformasi politik yang mengubah sistem pemerintahan Indonesia.
- Pada tahun 2001-sekarang, Antam berupaya untuk meningkatkan daya saing dan kinerja industri nikel Indonesia. Antam melakukan berbagai strategi, seperti melakukan kerjasama dengan investor asing, meningkatkan kapasitas produksi dan efisiensi operasional, mengembangkan teknologi dan inovasi, serta memperhatikan aspek lingkungan dan sosial.
Baca Juga: Nikel Indonesia vs Uni Eropa, Siapa yang Akan Menang di WTO?
Dampak Industri Nikel bagi Indonesia
Industri nikel telah memberikan dampak yang signifikan bagi perekonomian dan lingkungan Indonesia.
Berikut adalah beberapa dampak positif dan negatif yang ditimbulkan oleh industri nikel:
Dampak Positif
- Industri nikel telah memberikan kontribusi besar bagi pendapatan negara dan devisa Indonesia. Pada tahun 2020, nilai ekspor nikel Indonesia mencapai 10,8 miliar dolar AS atau sekitar 152 triliun rupiah.
Nikel juga menjadi salah satu komoditas andalan Indonesia dalam menghadapi defisit neraca perdagangan.
- Industri nikel telah menciptakan lapangan kerja dan kesejahteraan bagi masyarakat lokal. Menurut data Antam, industri nikel menyerap sekitar 25.000 tenaga kerja langsung dan 100.000 tenaga kerja tidak langsung.
Industri nikel juga memberikan berbagai manfaat sosial, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pemberdayaan masyarakat.
- Industri nikel telah mendorong perkembangan industri dan teknologi di Indonesia. Nikel menjadi bahan baku penting untuk berbagai sektor industri, seperti otomotif, elektronik, energi, pertahanan, dan kedirgantaraan.
Nikel juga menjadi salah satu logam strategis yang mendukung transisi energi hijau di Indonesia.
Dampak Negatif
- Industri nikel telah menyebabkan kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan dan pengolahan nikel. Beberapa dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh industri nikel adalah pencemaran udara, air, dan tanah; penggundulan hutan; erosi tanah; penurunan kualitas tanah; hilangnya keanekaragaman hayati; dan perubahan iklim mikro.
- Industri nikel telah menimbulkan konflik sosial akibat ketimpangan pembagian manfaat dan dampak antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat. Beberapa konflik sosial yang terjadi dalam industri nikel adalah sengketa lahan; tuntutan kompensasi; protes terhadap pencemaran lingkungan; pelanggaran hak asasi manusia; dan kekerasan antara kelompok masyarakat.