Dalam pergumulan itu, Gijadi berhasil menembak Ahmad Yani sebanyak tiga kali di bagian dada dan perut.
Ahmad Yani pun tergeletak tak berdaya di tempat tidurnya.
Gijadi lalu mengambil senjata milik Ahmad Yani dan meninggalkan kamar bersama rekan-rekannya.
Setelah membunuh Ahmad Yani, pasukan Cakrabirawa melanjutkan aksinya dengan menculik lima jenderal lainnya.
Yaitu Brigadir Jenderal Donald Izacus Panjaitan, Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomihardjo, Mayor Jenderal Suwondo Parman, Mayor Jenderal Raden Soeprapto, dan Mayor Jenderal Suprapto.
Mereka membawa para korban ke Lubang Buaya, sebuah tempat latihan militer di pinggiran Jakarta.
Di sana, mereka menyiksa dan membunuh para korban dengan cara yang sadis dan membuang mayat-mayat mereka ke dalam sumur tua.
Aksi penculikan dan pembunuhan ini segera diketahui oleh pihak Angkatan Darat yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Soeharto.
Soeharto mengambil alih kendali situasi dan mengumumkan bahwa G30S adalah sebuah pemberontakan komunis yang bertujuan untuk menggulingkan Presiden Sukarno.
Soeharto kemudian melancarkan operasi militer untuk menumpas G30S dan para pendukungnya.
Pasukan Cakrabirawa yang terlibat dalam G30S pun menjadi sasaran utama pengejaran dan penangkapan.
Gijadi ditangkap pada 4 Oktober 1965 dan sempat menjadi saksi dalam perkara Untung.
Dia mengaku bahwa dirinya hanya menjalankan perintah dari atasannya tanpa mengetahui tujuan sebenarnya dari aksi tersebut.
Gijadi juga mengaku menyesal telah membunuh Ahmad Yani.
Pria Solo itu kemudian dijatuhi hukuman mati oleh Mahkamah Militer distrik Jakarta pada 16 April 1968.
Gijadi menghabiskan 22 tahun dalam penjara sebelum akhirnya dieksekusi oleh regu tembak pada 16 April 1988 bersama tiga rekannya.
Mereka adalah Johannes Surono, Paulus Satar Suryanto, dan Simon Petrus Solaiman.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR