Intisari-online.com - Setelah peristiwa G30S 1965, Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi tersangka utama di balik pembunuhan enam jenderal dan satu perwira TNI AD.
Hal ini membuat semua orang yang berhubungan dengan PKI menjadi korban kekerasan massa dan pengejaran militer, termasuk keluarga dari pemimpin PKI, Dipa Nusantara Aidit.
Malam itu juga, Ketua PKI DN Aidit menghilang, sementara istrinya dan anak-anaknya terpisah-pisah.
Istri Aidit, Soetanti, menyamar untuk mencari keberadaan suaminya yang lenyap setelah G30S.
Siapakah sebenarnya Soetanti?
Sesunggunya dia adalah wanita cerdas pada zamannya. Seotantidokter spesialis akupuntur pertama di Indonesia yang berasal dari keluarga bangsawan Mangkunegaran.
Ia adalah anak dari Moedigdo dan Siti Aminah, keturunan bangsawan Minang. Ayahnya, Koesoemodikdo, adalah Bupati Tuban yang pertama.
Soetanti menikah dengan DN Aidit pada awal tahun 1948 di rumah KH Raden Dasuki, tokoh PKI Solo, yang menjadi wali nikah mereka.
Dari pernikahan dengan Aidit, Soetanti dikaruniai lima anak, tiga laki-laki dan dua perempuan.
Pada malam 30 September 1965, , Soetanti sempat berselisih dengan Aidit, yang dijemput oleh orang-orang berpakaian militer biru di rumah mereka.
Soetanti bersikeras agar suaminya tidak ikut dengan penjemputnya. Namun, Aidit tetap berangkat setelah mencium kening istrinya dan menyuruhnya mengunci pagar.
Itu adalah kali terakhir Soetanti melihat suaminya. Kemana Aidit malam itu dan apa yang dikerjakannya, belum ada satu versi jawaban yang jelas.
Tiga hari setelah G30S, Soetanti juga menghilang, meninggalkan tiga anak laki-lakinya yang masih kecil. Ternyata, Soetanti mencari suaminya sampai ke Boyolali dan bertemu dengan Bupati Boyolali yang juga anggota PKI.
Karena pencariannya sia-sia, Soetanti kembali ke Jakarta. Saat itu, situasi sudah tidak lagi aman bagi orang-orang yang terkait dengan PKI, apalagi istri dari orang nomor satu di PKI.
Karena itu, Soetanti kembali ke Jakarta dengan menyamar dan meminta Bupati Boyolali berperan sebagai suaminya. Agar penyamaran lebih meyakinkan, mereka mengambil dua anak dan menyewa rumah di daerah Cirendeu, Jakarta.
Penyamaran itu berlangsung selama beberapa bulan, sampai akhirnya tetangga mereka mulai curiga. Karena itu, identitas Soetanti akhirnya terbongkar dan ia ditangkap.
Hidup dari penjara ke penjara Sejak ditangkap, hidup Soetanti hanya berpindah dari satu penjara ke penjara lain.
Ia pernah ditahan di Kodim 66 dan Penjara Bukit Duri, hingga akhirnya dibebaskan pada tahun 1980. Selama kurang lebih 16 tahun ditahan, Soetanti tidak pernah bertemu dengan anak-anaknya.
Sebab, keluarga yang merawat anak-anaknya tidak berani membawa mereka ke dalam penjara.
Setelah bebas, Soetanti sempat kembali berpraktik sebagai dokter. Soetanti meninggal pada tahun 1991 setelah melawan penyakitnya selama sekitar sembilan tahun.
Baca Juga: Pidato Terakhir Aidit Sebelum Ditembak Mati di Sumur Tua, Singgung Soeharto?