Intisari-online.com - UsaiGerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) gala, DN Aidit selaku Ketua CC PKI langsung melarikan diri dari Jakarta.
Dia menjadi buronanutama pasukan militer yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto, yang kemudian menggulingkan Presiden Soekarno dan mengambil alih kekuasaan.
Pelariannya begitu meneganggakan bak film thriller Hollywood..
Berikutcerita singkatnya.
Setelah G30S/PKI meletus pada 1 Oktober 1965, Aidit melarikan diri dari Jakarta ke Yogyakarta dengan menggunakan pesawat Dakota T-443 pada 2 Oktober 1965 sekitar pukul 01.0012.
Tujuannya adalah untuk mengonsolidasikan kekuatan PKI di Jawa Tengah dan membuat pemerintahan darurat Dewan Revolusi di sana.
Di Yogyakarta, Aidit sempat bertemu dengan beberapa tokoh PKI lainnya, seperti Nyoto, Sudisman, dan Njoto. Namun, ia mendapati bahwa PKI terpecah menjadi dua sayap, yaitu sayap radikal yang mendukung G30S/PKI dan sayap moderat yang menentangnya.
Aidit pun berusaha menyatukan kembali partainya dengan berkeliling Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Sementara itu, di Jakarta, Soeharto menetapkan PKI sebagai dalang G30S/PKI dan melancarkan operasi militer untuk menumpas mereka. Soeharto juga menunjuk Kolonel Yasir Hadibroto sebagai pemimpin perburuan Aidit.
Pada 22 November 1965, Aidit akhirnya tertangkap di Solo oleh pasukan Yasir. Ia ditangkap di rumah Harjomartono di Kampung Sambeng, belakang Stasiun Balapan. Saat itu, ia sedang bersembunyi bersama beberapa orang pengawalnya.
Setelah ditangkap, Aidit dibawa ke Markas Brigif IV Loji Gandrung, Solo untuk diinterogasi. Dalam pemeriksaan itu, Aidit mengaku bertanggung jawab atas G30S/PKI dan meminta untuk bertemu dengan Soekarno.
Permintaannya ditolak oleh Yasir, yang khawatir bahwa Soekarno akan memutarbalikkan fakta.Rencananya, Aidit akan dibawa ke Semarang untuk diadili di Markas Kodam Diponegoro. Namun, hal itu tidak pernah terjadi.
Dalam perjalanan ke Semarang, Yasir membawa Aidit ke Markas Batalyon 444 di Boyolali tanpa sepengetahuan pengawal lainnya9. Di sana, Yasir menunjukkan sebuah sumur tua di belakang rumah Mayor Trisno, komandan batalyon tersebut.
Di tepi sumur tua itu, Yasir mempersilakan Aidit untuk mengucapkan kata terakhir. Aidit pun berpidato dengan berapi-api dan mengkritik Soeharto dan Nasution sebagai pengkhianat revolusi.
Di akhir pidatonya, ia berteriak "Hidup PKI!". Seruan itu menjadi seruan terakhirnya, karena segera setelah itu ia ditembak mati oleh Yasir dan jasadnya dimasukkan ke dalam sumur tersebut.
Baca Juga: Terungkap! Inilah Nasib Anak-Anak D.N. Aidit yang Jarang Diketahui Publik